REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan bupati Garut Aceng Fikri yang telah dimakzulkan dari jabatannya kini muncul sebagai daftar calon sementara (DCS) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tampaknya, meski terbukti melanggar etika, eksistensi Aceng dalam dunia politik tak terhenti.
Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, politisi memang memiliki sifat yang cenderung narsis. Artinya, seburuk apa pun pandangan masyarakat, ia tetap menilai dirinya yang terbaik. "Misalnya mereka ngaca dan merasa tampangnya bagus, padahal sebaliknya. Politisi itu memang rada-rada narsis," kata Hamdi, Kamis (25/7).
Pada kasus Aceng Fikri, lanjutnya, maju sebagai anggota DPD merupakan hak politiknya. Sementara cacat moral yang melekat, hanya masyarakat yang bisa menilai. "Sekarang masyarakat sebagai pemilih saja yang perlu disadarkan. Percaya diri dan over confidence itu memang beda-beda tipis," ungkapnya.
Aceng Holik Munawar Fikri ditetapkan sebagai DCS DPD dari Provinsi Jawa Barat oleh Komisi Pemilihan Umum, Rabu (24/7). Nama Aceng muncul dalam DCS DPD yang telah diumumkan secara online oleh KPU. Aceng tetap akan melenggang sebagai calon anggota DPD bersaing dengan 36 calon lainnya untuk merebutkan empat kursi dari provinsi Jawab Barat.
Aceng tercatat sebagai bupati pertama yang dimakzulkan atas keinginan rakyatnya sendiri. Aceng dinyatakan melangar etika lantaran pernikahan kilatnya dengan remaja bernama Fany Oktora (18 tahun) yang berlangsung selama empat hari. Aceng kemudian menceraikan Fany melalui pesan singkat.
Melalui paripurna di DPRD Garut, permohonan pemakzulan Aceng dilaporkan ke Mahkamah Agung dan kemudian dikabulkan pada Januari 2013. Aceng Fikri melanggar etika dan UU Nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah dan UU nomor 1/1974 tentang perkawinan.