REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ambisi Perdana Menteri interim Australia Kevin Rudd untuk mengambil alih kekuasaan di Canberra tampak mengalami jalan terjal. Jajak pendapat menunjukkan, keterpilihan Partai Buruh dalam pemilihan nasional mendatang tidak bisa mengimbangi Partai Konservatif.
Jajak pendapat Newspoll di Australian Newspaper memprediksi koalisi oposisi akan meraup 54 persen suara nasional. Sedangkan Partai Buruh harus kerja keras meningkatkan popularitas kebijakannya karena hanya memperoleh 46 persen.
Newspoll mengatakan, kembalinya Rudd ke pentas politik ternyata tidak membuat Partai Buruh sembuh dari resesi kepercayaan publik. Dikatakan, ketenaran Tonny Abbot yang diusung oposisi lebih membuat pemilih percaya. Apalagi baru-baru ini perang opini kebijakan ekonomi makin memojokkan Rudd yang dihujat lantaran iklan di televisi yang menyerang Abbot.
Dalam iklan tersebut Rudd mengatakan rencana Partai Konservatif memotong tarif pajak bagi perusahaan untuk mengeluarkan Australia dari krisis ekonomi adalah bunuh diri. Sebuah kebijakan yang menurut Rudd akan mematikan kelompok menengah dan pekerja. Bagi Rudd pemotongan pajak adalah kebijakan tidak populer di masyarakat. Tapi iklan tersebut malah semakin membuat Rudd tidak dipercaya. Newspoll mencatat ketidakpuasan pemilih mencapai 54 persen.
Australia akan melakukan pemilihan nasional 7 September mendatang. Partai Buruh yang selama ini berkuasa harus bertarung keras melawan Partai Konservatif. Partai Buruh menyokong Rudd, mantan perdana menteri 2007-2010 yang turun gunung.
Kemunculan Rudd setelah mengalahkan Julian Gillard dalam pemilihan ketua partai beberapa bulan lalu. Gillard dianggap gagal mengembalikan kepercayaan pemilih semasa menjadi perdana menteri perempuan pertama bagi Negeri Kanguru era 2010-2013. Pemilihan nasional di Australia akan menentukan komposisi 150 kursi di Rumah Parlemen. Saat ini Partai Buruh masih menguasai 89 kursi di Majelis Rendah.
Namun Newspoll memprediksi kegagalan Partai Buruh mempertahankan 14 kursi dalam pemilihan mendatang. Reuters mengatakan, dua isu utama menjelang pemilihan yang jadi modal utama keterpilihan. Kedua partai saling membungkam terkait dengan persoalan perekonomian dan kebijakan keimigrasian. Persoalan terakhir menyisakan kebuntuan.
Rudd tidak punya ambisi mengekang kedatangan para pencari suaka dari Laut Indonesia. Partai Buruh mendukung pengaktifan dua rumah detensi di Kepulauan Nauru dan Papua Nugini. Berbeda, Abbot mengkampanyekan agar semua manusia perahu dilarang masuk perairan Australia dan mengembalikannya ke perairan Indonesia.
Persoalan perekonomian juga membuat keduanya bersitegang. Abbot punya regulasi pemotongan 30 persen pajak bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing. Sementara Rudd berharap agar kenaikan pajak nasional harus mencapai 2,5 persen tahun depan.
"Partai Buruh sudah putus asa memerintah. Tetapi mereka brilian untuk duduk di kursi oposisi. Pemilu kali ini akan penuh pertarungan," kata Abbot.