REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, harga sejumlah produk impor seperti kedelai melonjak. Melonjaknya harga kedelai membuat para konsumen dan perajin tempe tahu mengeluhkan hal tersebut.
Di Pasar Gamping, harga kedelai melonjak menjadi Rp 9 ribu per kilogram dari Rp 7.500. Harga tersebut berimbas pada harga tempe dan tahu yang semula Rp 1.000 per biji menjadi Rp 1.500. "Kalau yang kecil-kecil, harganya Rp 1.000 dapat empat tempe, biasanya dapat lima," kata Mahmudah, penjual tempe dan tahu di Pasar Gamping.
Menurutnya, selain harga tempe dan tahu yang naik, ukurannya pun diperkecil. Untuk menyesuaikan daya beli masyarakat, penjual tempe dan tahu tidak menaikkan harga, namun mengurangi ukuran tempe dan tahu. Sementara, tempe dan tahu yang harganya naik, ukurannya tidak dikurangi.
Perajin tempe dan tahu di Bangunharjo Bantul, Abu, mengaku nilai rupiah yang merosot berimbas pada produksi tempe dan tahunya. Meskipun masih beroperasi, menurutnya daya beli masyarakat terhadap tempe dan tahu menurun.
"Kalau sebelum kedelai naik saya bisa memproduksi tempe dan tahu masing-masing 150 kilogram, sekarang terpaksa harus dikurangi agar tidak merugi. Karena pembelinya juga menurun," kata Abu. Menurutnya, pengurangan produksi tempe dan tahu tersebut mencapai 30 persen.
Untuk mensiasati naiknya harga produksi tempe dan tahu, ia terpaksa harus menaikkan harga atau mengurangi ukuran. Tempe yang biasa ia jual Rp 800, ia jual menjadi Rp 1.000 dan tempe yang biasanya dijual Rp 1.000, ia jual menjadi Rp 1.250. Abu berharap agar pemerintah dapat memberikan bantuan dana kepada para perajin tempe dan tahu.