REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Industri batik yang banyak terdapat di Yogyakarta dipastikan akan terimbas kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Pasalnya pewarnaan batik yang sebagian besar menggunakan pewarna kimia diperoleh dari impor.
"Sebagian besar industri batik di Yogyakarta menggunakan pewarna kimia. Pewarna alami juga ada tetapi harganya sudah naik sejak dulu karena bahan baku terbatas," kata Kasie Bimbingan Teknik Produksi Disperindagkoptan Kota Yogyakarta, Wisnu Sundaru, Selasa (27/8).
Diakuinya, jika dolar terus naik terhadap rupiah maka dipastikan bahan baku pewarnaan kimia untuk batik tersebut juga naik. Karenanya industri batik akan sangat terganggu dengan kenaikan nilai tukar dolar ini. Wisnu memperkirakan, kenaikan harga bahan baku pewarna batik bisa mencapai 10 persen dari harga sebelumnya.
"Saat ini mungkin belum terlihat pengaruhnya karena industri batik Yogya masih menggunakan bahan baku stok lama. Setelah stok habis baru pengaruhnya terasa," katanya.
Berdasarkan data hingga akhir 2012 lalu jumlah usaha batik di Kota Yogyakarta sebanyak 266 unit yang sebagian besar industri kecil dan menengah (IKM). Dari industri ini jumlah tenaga yang terserap sebanyak 1.774 orang.