Jumat 30 Aug 2013 14:26 WIB
Kisah WNI Belajar Bahasa Indonesia

Anak WNI di Filipina: Saya Naik Sepatu

Bendera Merah Putih
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Bendera Merah Putih

Oleh Erdy Nasrul (Wartawan Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) di negeri orang tak selamanya mudah. Kendala bahasa kadang menjadi permasalahan. Alih-alih dapat bertahan untuk berbahasa Indonesia sebagai identitas budaya, WNI seringkali harus mengorbankan 'bahasa Indonesianya' demi adaptasi.

Setelah bertahun-tahun tinggal di negeri orang, anak-anak Indonesia pun harus belajar kembali bahasa ibunya. Tak jarang, kejadian lucu pun mewarnai upaya belajar anak-anak 'merah-putih'.

Seperti yang dialami oleh para pelajar di Filipina Selatan. Tidak kurang dari 120 anak menjadi murid Sekolah Indonesia Davao (SID) belajar disini. Wakil Kepala SID Nanang Sumanang menyatakan, sebagian dari mereka sudah bisa berbahasa Indonesia, tapi masih harus ditingkatkan. 

Pernah dalam proses belajar mengajar di kelas, anak-anak diminta membuat kalimat menggunakan kata penghubung.

"Saya pak," teriak seorang murid sambil mengacungkan tangan. Bukannya menggunakan kata dan, atau, dan lainnya, anak itu malah membuat kalimat lain. "Penghubung Jansen sudah datang di Davao," jelas anak itu seperti dituturkan Nanang.

Pernah juga seorang anak ditanya oleh Konsul Jenderal RI di Davao periode lalu, "Naik apa kesini?" Kemudian seorang anak WNI dari General Santos, menjawab, "Saya naik sepatu."

Mereka, menurutnya, adalah anak-anak yang dididik untuk mengenal Indonesia. Meskipun mereka dibesarkan di Tanah Filipina, mereka harus tetap bersemangat merah dan putih, memiliki satu Tanah Air, Tanah Air Indonesia.

Kesulitan berbahasa Indonesia dirasakan seorang murid SID, Stanley Tagoreri Dalisang (18). Orang tuanya berasal dari Sulawesi Utara.

Sambil mengepalkan tangan, dia menyatakan dalam Bahasa Inggris, harus bisa bahasa Indonesia. "Saya sangat malu sebagai orang Indonesia tidak mampu berbahasa Indonesia," paparnya.

Stanley mengaku selalu berusaha keras untuk menguasai Bahasa Indonesia. Dia mempelajari makna Burung Garuda, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Kemudian, dia  ditunjukkan gambar-gambar sejumlah daerah di Indonesia. Jakarta tentu tidak ketinggalan. "Saya tahu Jakarta macet dan penuh kesibukan, namun saya belum pernah kesana," imbuhnya.

Dia juga ditunjukkan gambar candi borobudur. "Wow," jelasnya dengan mata terbelalak. Semakin bangga rasanya menjadi WNI, karena memiliki peninggalan sejarah yang usianya lebih dari 1.500 tahun. 

Dia penasaran bagaimana bisa pada zaman tersebut orang - orang membuat bangunan seperti itu. Bagaimana pula bangunan itu bisa ada sampai saat ini. Stanley dan kawannya sesama pelajar Indonesia, Reymark Mendome Arban semakin kagum dan bangga menjadi WNI.

Keduanya juga ditunjukkan gambar pura di Bali. Kalau sudah membahas propinsi satu ini, mereka akan terkejut, karena Bali menjadi pusat pariwisata dunia. Daerah yang bersebelahan dengan Pulau Jawa ini menjadi tempat shooting film - film Hollywood. Presiden Amerika juga berwisata kesana.

Reymark dan Stanley tambah berhasrat mengunjungi Indonesia. Dia yakin akan kesana. Dan jika kesempatan itu datang, Stanley akan maksimalkan untuk mencintai tanah air. "Tidak lupa, saya akan berbicara Bahasa Indonesia dengan orang-orang disana," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement