REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia menetapkan standar kehalalan produk kosmetika yang boleh digunakan untuk membersihkan, menjaga, meningkatkan, dan mengubah penampilan pemakainya.
"Kosmetika itu tahsiniyyat atau salah satu kebutuhan syar'i yang bersifat penyempurna (tersier), yang tidak sampai pada tingkat darurat ataupun mengancam eksistensi jiwa seseorang," ujar Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI Lukmanul Hakim di Jakarta, Rabu.
Lukman mengatakan penggunaan kosmetika ada yang berfungsi sebagai obat, dan ada juga yang berfungsi sekadar pelengkap. Jadi, ada yang masuk dalam kategori haajiyyat dan tahsiniyyat.
Menurut fatwa MUI, lanjut Lukman, penggunaan kosmetika yang diperbolehkan hukumnya adalah kosmetika yang berasal dari bahan yang halal dan suci, ditujukan untuk kepentingan yang diperbolehkan secara syar'i, dan tidak membahayakan.
"Penggunaan kosmetika untuk dikonsumsi atau yang masuk ke tubuh atau tidak masuk ke tubuh yang menggunakan bahan najis atau haram, hukumnya haram," ujarnya.
Perkembangan teknologi, menurut Lukman, telah mampu menghasilkan berbagai produk kosmetika yang menggunakan berbagai jenis bahan, serta memiliki fungsi beragam, yang seringkali bahannya tidak jelas.
Terkait hal tersebut, Lukman mengemukakan, muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai standar kehalalan produk kosmetika dan penggunaannya.
"Oleh karena itu, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang standar kehalalan produk kosmetika dan penggunaannya guna dijadikan pedoman," ujar Lukman.