REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengamat Pertanian, Muhammad Said Didu, mengatakan LSM penolak teknologi dan produk transgenik harus bertanggung jawab terhadap kelangkaan kedelai saat ini.
Mogok pengrajin tahu tempe merupakan kesalahan LSM yang menolak teknologi transgenik yang akan diterapkan di Indonesia. "LSM menentang transgenik punya kepentingan di sana. Mereka harus bertanggung jawab," ungkap Said dalam pembukaan IPB Agrifuture EXPO, Kamis (5/9).
Dinilainya persoalan kedelai adalah masalah struktural. Kebijakan ekonomi juga tak akan menolong karena Indonesia tertinggal teknologi. Permasalahan penyakit tanaman di wilayah tropis hanya bisa dilawan dengan bioteknologi transgenik.
LSM menolak, sementara porduk impor transgenik saat ini langsung dikomsumsi. Pemerintah harus konsentrasi pada teknologi ini.
Rektor IPB, Prof Dr Herry Suhardiyanto, mengatakan sebenarnya IPB bisa menjalankan teknologi transgenik. Tapi itu akan sulit jika masih ada penolakan.
"Transgenik itu perlu kajian mendalam dan harus dipandang secara proporsional. Walaupun selama ini kita impor kedelai transgenik. Yang perlu dipastikan saat ini adalah keterpenuhan protein warga harus tetap terjamin," tutur Herry.
Teknologi pertanian kedelai yanh dimiliki IPB sendiri memang masih dalam tahap penyebaran ke masyarakat. Selain penanaman kedelai dengan teknologi jenuh air (BJA), IPB juga sudah memiliki kedelai jenis baru.
Kedelai yang kedelai yang diberi nama M100, M150, dan M200 ini memiliki ukuran biji lebih besar dari kedelai impor. Produktivitasnyapun cukup tinggi, mendekati dua kali produktivitas kedelai lokal biasa.
"Kedelai IPB baru didaftarkan ke BPPT, jadi belum dirilis ke petani," kata Herry.
Ia menekankan kasus kelangkaan kedelai yang berulang ini harus jadi pelajaran. Bangsa ini dinilainya mudah melupakan pelajaran. Herry mengatakan IPB juga sudah pernah mengusulkan kemitraan petani kedelai dengan pengusaha tahu tempe.
Ia menilai perlu integrasi hulu dan hilir. Memang ada faktor lain, tapi jika petani dan pengusaha kuat, goncangan dari.luarpun tidak akan berpengaruh.
Pemerintah harus punya kebijakan pertanian yang progresif dan komprehensif. Fragmentasi kewenangan harus ditangani.
Tanah kelolaan petani juga harus dijaga jangan sampai berkurang. Konsistensi kebijakan untuk mempertahankannya sangat dibutuhkan. Otoritas di pemerintah daerah juga harus dilihat lagi.
Otonomi daerah perlu dipertanyakan apakah mensejahterakan rakyat, termasuk petani. ''Sadar atau tidak, petani adalah pahlawan ketahanan pangan bangsa kita,'' kata Herry.
Jangan sampai petani digencet dengan harga beli hasil panen yang murah. Harus ada harga beli minimal yang membuat petani tertarik menanam kedelai kembali.