REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengkhawatirkan terjadi manipulasi data pemilih dengan sebaran yang cukup luas. Karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) kejar tayang dalam penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dan terlalu fokus terhadap data nasional.
"KPU kejar tayang sesuai tahapan boleh, tapi jangan sampai justru di sana celah terjadi manipulasi data pemilih. Apa lagi selama ini KPU selalu bicara data nasional, namun melupakan bahwa data rill di lapangan itu, terutama di kecamatan, sangat penting," kata Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron, Senin (30/9).
Menurut Daniel, pemilu merupakan peristiwa yang tidak terputus antara satu tahapan dengan yang berikutnya. Dimulai dari penetapan partai politik, pencalonan, penetapan alokasi kursi, penentuan daerah pemilihan, hingga daftar pemilih.
Dalam penentuan dapil misalnya, menurut Daniel, ditentukan berdasarkan data agregat kependudukan tingkat kecamatan (DAK2). Sumber itu juga yang dijadikan sebagai basis dalam menentukan data penduduk potensial pemilih (DP4) dan kemudian dimutakhirkan menjadi daftar pemilih tetap (DPT).
Artinya, lanjut Daniel, KPU tidak bisa mengabaikan data yang ada di lapangan, sekalipun itu di tingkat kecamatan. Apa lagi ketika data tersebut menyangkut DPT. Sebab DPT yang akan menjamin kemurnian suara dan hasil dari proses panjang pelaksanaan pemilu.
Ia menyebut masih banyak kejanggalan pengawasan dari Bawaslu tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga Panwaslu kecamatan. Bisa saja kejanggalan itu mengindikasikan ada persoalan dasar yang sebenarnya telah salah dari awal.
"Misalnya jumlah penduduk yang naik secara signifikan dari DPS, DPSHP, sampai DPT dibanding DAK2. Ini yang kami khawatirkan sejak dulu," ungkap Daniel.
Jumlah DPT dari tingkat paling bawah, menurutnya akan sangat rawan dipersoalkan kembali saat peserta pemilu tidak puas dengan hasil. Jika KPU tidak memiliki basis data yang kuat dan valid di lapangan dan membiarkan manipulasi data terjadi, maka legitimasi pelaksanaan pemilu patut dipertanyakan.
Sebelumnya Provinsi Papua Barat menduga terjadi manipulasi data pemilih di wilayahnya. Bawaslu menemukan terjadi perubahan jumlah daftar pemilih yang signifikan dan tidak wajar di beberapa kabupaten/kota.
Komisioner Bawaslu Papua Barat, Ishak Waramori mengatakan, peningkatan tidak wajar itu ditemukan di Kabupaten Tambrauw dan Sorong Selatan. Jumlah daftar pemilih terus meningkat dari daftar pemilih sementara (DPS), menjadi daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), dan akhirnya ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap (DPT).
"Peningkatan itu sangat signifikan, sampai ribuan jiwa jika dibandingkan dengan data penduduk potensial pemilih (DP4) dari pemerintah. Kami crosscheck lagi, anehnya jumlah yang ditetapkan di Kabupaten Tembrauw berbeda dengan jumlah yang diplenokan di provinsi," kata Ishak.