REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, harusnya MK tidak lagi mengurusi sengketa pemilukada. Mengadili sengketa pemilukada, menurutnya merupakan hal yang membosankan dan membuat hakim konstitusi tidak kreatif.
"Pada intinya memang MK memang tak seharusnya urusi pemilukada. Itu bagi hakim membosankan dan tidak buat kreatif," kata Mahfud, usai menjadi pembicara utama dalam diskusi kepemiluan di Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Senin (7/10).
Namun, aturan Undang-Undang yang membuka kemungkinan penyelesaian sengketa di MK membuat masyarakat terlalu mengandalkan mahkamah. Bagi peserta pemilukada, keputusan lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak terlalu berarti, sebab masih ada keputusan final di MK yang bisa diperjuangkan.
Akibatnya, celah untuk memanfaatkan ruang tersebut terbuka lebar. Salah satunya dengan mengandalkan suap kepada hakim konstitusi. Buktinya, Ketua MK Akil Mochtar diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap dalam perkara penyelesaian sengketa pemilukada.
"Orang sudah tahu kalah tapi masih berperkara juga. Dari 460 sengketa pemilukada yang ditangani, 368 sudah diputus dan hanya 11 persen yang memenuhi kriteria pelanggaran pemilukada," ungkapnya.