REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan staf ahli Mahkamah Konstitusi (MK), Refly Harun menuturkan, ada tiga isi Perppu No 1/2013 yang patut diperjuangkan untuk menata kembali lembaga tersebut ke depan. Pertama, hakim konstitusi tidak boleh berasal dari partai politik. Kecuali yang bersangkutan sudah berhenti minimal selama tujuh tahun.
Ia menilai aturan ini penting untuk mencegah konflik kepentingan parpol pada hakim-hakim MK. Selain itu, ini juga konsisten dengan regulasi yang diterapkan terhadap DKPP, KPU, dan Bawaslu, yang menyaratkan anggota mereka mesti terbebas dari parpol minimal lima tahun.
"MK itu maqam-nya lebih tinggi dari DKPP, KPU, dan Bawaslu. Karenanya, wajar bila kualifikasi hakim konstitusi dibuat lebih ketat dari ketiga lembaga tersebut," jelasnya, Sabtu (19/10).
Kedua, ujarnya, perppu ini juga mewajibakan pembentukan tim panel ahli independen untuk menguji kelayakan calon hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR, MA, dan presiden. Penerapan mekanisme ini dianggap dapat membawa perubahan besar terhadap kualitas hakim-hakim MK di masa datang.
"Dengan adanya tim panel ahli ini, saya yakin orang-orang seperti Akil tidak bakalan terpilih menjadi hakim konstitusi. Karena integritas, kapasitas, dan netralitas kandidatnya benar-benar diuji," imbuhnya.
Ketiga, perppu ini juga mengatur pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) sebagai lembaga pengawas yang sifatnya independen. Keberadaan MKHK dianggap penting karena fungsinya untuk menampung dan menindaklanjuti pengaduan dari publik terkait pelanggaran yang dilakukan oleh hakim konstitusi.
"Nah, sekarang saya tanya lagi. Di mana jeleknya Perppu MK ini, sehingga harus ditolak?" tanya Refly.