REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahmad Fathanah mengutarakan isi hatinya dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan, Senin (28/10) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Sambil berdiri, ia membaca halaman demi halaman nota pembelaan pribadinya.
Terdakwa kasus dugaan korupsi permohonan penambahan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang itu memberi judul pledoinya 'Hukuman yang Dipaksakan'.
Fathanah merasa sudah diperlakukan tidak adil sejak awal penangkapan, hingga duduk sebagai terdakwa dalam persidangan. Namun, Fathanah menganggap itu sebagai ujian. "Saya menganggap proses ini telah menjadi kehendak Allah," kata dia.
Dalam pledoinya, Fathanah mengutip ayat Alquran surat Al-Imran ayat 186. "Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk yang patut diutamakan."
Dengan masalah yang dihadapinya, Fathanah menyadari harus bersabar untuk menghadapinya. Ia mengatakan, semua itu menjadi bagian dari rencana Tuhan. Termasuk ketika dia harus mendekam dalam tahanan.
"Saya sadari ini bagian perjalanan hidup saya yang telah menjadi bagian rencana Allah untuk kebaikan hidup saya," kata dia.
Fathanah merasa sudah dihakimi sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena jaksa penuntut umum sudah menuntutnya dengan hukuman 17 tahun 6 bulan penjara. Ia mengatakan, tuntutan itu sudah memberikan pukulan bagi dia dan keluarganya.
Fathanah tampak terisak saat membacakan nota pembelaannya itu. "Saya dijatuhkan dari tempat yang paling tinggi sampai ke jurang yang paling dalam," kata dia.