REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah militer Mesir mengadili mantan presiden Muhammad Mursi, Senin (4/11) ini. Mursi yang dikudeta pada 3 Juli 2013 lalu, akan dihadirkan di persidangan bersama 14 pimpinan senior Ikhwanul Muslimin (IM).
Proses peradilan berlangsung di sebuah markas polisi, dekat Penjara Tora, Kairo. Ini merupakan kemunculan pertama kali Mursi setelah ia dijatuhkan militer. Mursi didakwa memicu kekerasan yang menyebabkan kematian puluhan orang saat bentrokan Desember 2012.
Bentrok terjadi setelah Mursi menetapkan dekrit presiden. Lewat dekrit itu, wewenang Mursi lebih besar. Sebab, ia tak hanya memegang kekuasaan eksekutif tetapi juga yudikatif. Kala itu, ia menginginkan agar pembahasan draf konstitusi baru Mesir yang mandek segera berakhir.
Bila terbukti bersalah Mursi terancam hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Demikian pula keempat belas koleganya. Laman berita Anadolu Agency melaporkan, Mursi menolak didampingi pengacara untuk membela dirinya.
Namun pemimpin senior IM di London, Inggris, Ibrahim Mounir mengungkapkan, tim pembela internasional yang terdiri atas empat pengacara sudah berada di Kairo. Mereka berasal dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Dalam praktiknya, tim ini tidak mendampingi Mursi. Mereka hanya mengamati jalannya persidangan.''Mereka menilai persidangan atas diri Mursi akan minim memenuhi asas keadilan,'' kata Mounir menegaskan.
Direktur Human Rights Watch (HRW) Mesir Heba Morayef berpendapat, sistem peradilan di bawah militer sangat selektif. Hampir pasti ada kekebalan hukum bagi pasukan keamanan. Padahal mereka bertanggung jawab atas kematian ratusan pengunjuk rasa.
Putusan pengadilan nanti bakal meningkatkan ketegangan hubungan antara IM dan militer. Sejumlah pejabat IM menegaskan akan terus mendukung Mursi. ''Bila Mursi menjadi narapidana, akan ada eskalasi besar melalui serangkaian aksi massa damai,'' kata pejabat senior IM.
Menurut dia, militer telah melakukan kudeta terhadap pemimpin sah hasil pemilu demokratis. Militer menghapus demokrasi pascakejatuhan Husni Mubarak dari kursi presiden. Aliansi Nasional untuk Mendukung Legitimasi, menyatakan peradilan atas Mursi merupakan dagelan.
Koalisi pendukung Mursi tersebut menyatakan, ini persidangan ilegal terhadap presiden sah yang terpilih melalui pemilu.''Persidangan pada Senin yang dilakukan pelaku kudeta sangat naif,'' demikian pernyatan aliansi dalam akun Facebook-nya, Ahad (3/11).
Tokoh Partai Keadilan dan Kebebasan (FJP), Amr Darrag menyampaikan pandangan yang sama. Peradilan ini tak sah. Ia beralasan pascakudeta, status semua lembaga negara ilegal. ''Kami menganggap pengadilan ini bukan otoritas hukum yang sah,'' katanya seperti dikutip Guardian.
Sejak Sabtu (2/11), Kementerian Dalam Negeri Mesir meningkatkan keamanan. Mereka juga mengancam akan mengambil segala tindakan menghentikan kekerasan. Kementerian menegaskan, tak ada toleransi bagi kerusuhan saat persidangan Mursi berlangsung.
Penggunaan senjata api mereka anggap sah untuk mengatasi aksi kekerasan pendukung Mursi. Pihak keamanan terus memantau pergerakan pendukung IM. Termasuk terhadap aksi massa yang berlangsung saat Mursi diadili.
Pengerahan massa oleh IM dianggap sebagai gangguan ketertiban, merusak fasilitas negara, merampas hak warga lainnya, dan membuat lalu lintas macet. ''Jangan coba-coba menyerang institusi publik atau pasukan keamanan,'' demikian peringatan Kementerian Dalam Negeri.
Kementerian Kesehatan Mesir menginstruksikan agar semua rumah sakit dan pelayanan kesehatan tidak tutup pada Senin (4/11). Sekitar 2.004 unit ambulans disiagakan di titik-titik rawan rusuh. Sebanyak 434 unit di antaranya sudah parkir rapi di jalanan ibu kota.
Mereka menyatakan membutuhkan penambahan stok darah dalam kurun 24 jam. Peralatan dan keperluan medis sudah disiapkan pula di semua rumah sakit.