REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan buruh Jakarta dan buruh Indonesia menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2014 sebesar Rp 2.441.301.
"Ini berarti, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sudah memihak kepada pengusaha dan pro pada pasar bukan memihak pada buruh dan rakyat," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/11).
Selain itu, menurut Iqbal, sikap Jokowi bertolak belakang dengan janji kampanye politik dan Platform Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dimana yang menyatakan pro terhadap buruh, pro terhadap rakyat kecil dan kaum marjinal. "Keputusan Jokowi itu tidak irasional. Selama ini, tuntutan buruh mengenai kenaikan UMP DKI sebesar Rp 3,7 juta selalu dinilai irasional dan dianggap tidak mau kompromi," ujar Iqbal.
Padahal, sambung dia, nilai Komponen Hidup Layak (KHL) sebesar Rp 2.767.320 sudah merupakan kompromi karena masih dihitung berdasarkan 60 item, bukan 84 item KHL. "Keputusan Jokowi yang seperti itu menjadikannya tidak layak menjadi negarawan karena keputusan ini akan berimbas ke wilayah lain di Indonesia. Misalnya, di Bekasi dan Jawa Timur sebelumnya sudah ada jaminan kenaikan upah 35 persen, tapi akhirnya batal karena keputusan UMP DKI Rp 2,4 juta," tutur Iqbal.
Dia mengungkapkan seharusnya Jokowi mencontoh kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Brazil, yakni pada saat pertumbuhan ekonomi di negara itu tinggi, daya beli buruh dan rakyat dinaikkan sampai 30 persen.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Buruh DKI Jakarta Muhamad Toha memastikan forum buruh DKI Jakarta akan terus berjuang menolak kenaikan UMP yang telah ditetapkan oleh Jokowi. "Kami akan terus berjuang menolak UMP yang sudah ditetapkan Jokowi senilai Rp2,4 juta. Tidak ada kata lain bagi buruh selain melakukan aksi sampai adanya perubahan," ungkap Toha.
Toha memastikan aksi-aksi lanjutan buruh akan segera dilakukan dalam waktu dekat, salah satunya, yaitu pada hari Rabu (6/11) hingga Jumat (8/11) pekan ini.