Senin 18 Nov 2013 15:58 WIB

Pemerintah Diminta Jangan 'Lembek' Sikapi Kasus Penyadapan

Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengimbau pemerintah jangan 'lembek', tetapi perlu lebih tegas dalam menyikapi dan menindak kasus penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap pemerintah Indonesia.

"Sejauh ini, saya lihat pemerintah terkesan 'lembek' dalam menyikapi kasus penyadapan ini. Diplomasi kita yang sopan santun itu bagus, tetapi bahwa kemudian kita lembek dan seakan tidak punya nyali itu yang saya sesalkan," kata Priyo di Jakarta, Senin (18/11).

Priyo mengaku DPR merasa kecewa dan gusar dengan kejadian penyadapan yang dilakukan dua negara tersebut, dan menilai tindakan itu tidak patut dilakukan dari segi tata krama diplomasi, apalagi kedua negara mengaku bersahabat dengan Indonesia.

"Mereka (Amerika dan Australia) menyadap kita secara ilegal, yang dari tata krama diplomasi tentu tidak bermoral. Kalau mereka perlu informasi penting dan strategis, Indonesia kan sudah sangat terbuka," ujarnya.

Karena itu, Priyo meminta pemerintah mengambil langkah konkret untuk mendapatkan penjelasan secara tuntas dari pemerintah Amerika dan Australia.

Priyo menilai sejauh ini pemerintah masih belum cukup mendapatkan keterangan dan sikap yang jelas dari kedua negara tersebut terkait tindak penyadapan ini.

"Perlu ada penjelasan resmi dari mereka dalam hal ini. Penjelasan merupakan keharusan untuk kepentingan 'policy' (kebijakan) mereka sendiri. Yang menjadi korban kan pemerintah Indonesia," ucapnya.

"Bagi jutaan rakyat Indonesia penyadapan ini hal yang sensitif. Kalau mereka tidak menjelaskan dan pemerintah kita 'angin-anginan', saya khawatir hal ini akan menjadi api dalam sekam dalam hubungan dengan kedua negara itu," lanjutnya.

Wakil Ketua DPR itu pun mengimbau pemerintah untuk lebih berhati-hati agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. "Saya mengingatkan pemerintah untuk melapisi diri agar tidak ada lagi percakapan pribadi kepala negara melalui telepon yang bisa seenaknya disadap negara lain," paparnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement