REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad tidak menyangka bila pernyatannya dikatikan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Cerita tentang upaya penyuapan yang pernah dialaminya, menurut Muhammad, karena banyak pertanyaan dilontarkan pengawas di daerah.
"Satu di antara peserta acara itu bertanya, bahwa banyak yang menduga Bawalsu berpihak, curang, dan masuk angin. Saya katakan, jangankan petugas yang honornya kecil, saja saja sering digoda," kata Muhammad saat berbincang dengan Republika, Senin (18/11).
Ia bercerita, didekati oleh oknum yang mengaku dekat dan diutus oleh pimpinan sebuah partai politik beberapa saat setelah dilantik sebagai ketua. Oknum tersebut, mendatangi kediaman Muhammad di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, satu unit mobil Toyota Camry ditawarkan kepada Muhammad.
"Kejadiannya sudah lama sekali, sudah cerita basi. Jauh sebelum verifikasi parpol dilakukan, baru tahapan-tahapan awal pemilu," ujarnya.
Pria asal Makassar itu mengaku, langsung menolak pemberian oknum tersebut. Meski menurutnya oknum tersebut menjelaskan pemberian itu merupakan bentuk penghargaan dari parpol yang diklaim sebagai pengutusnya.
Setelah ditolak, menurut Muhammad, oknum tersebut menyampaikan permintaan maaf. Dia juga meminta oknum itu tidak mengulangi perbuatan yang sama kepada penyelenggara pemilu lainnya. "Saya nasehati, menurut penglihatan mata dan pendengaran saya, dia sepertinya sadar dan bertaubat. Saya suruh balikin tuh barang," kata dia.
Muhammad mengatakan, ia tidak berusaha memastikan lebih lanjut atau menyelidiki posisi oknum tersebut di parpol yang disebutkannya. Sebab, bisa saja oknum itu memang dekat dengan ketua partai yang dimaksudkan. Tetapi pada kesempatan lain memanfaatkan kedekatan itu untuk keuntungan pribadi.
Upaya penyuapan yang dialaminya, disadari betul oleh Muhammad cukup berbahaya. Dia juga tidak mengabaikan keberadaan KPK sebagai lembaga negara yang bisa dijadikannya tempat mengadu atas upaya penyuapan itu.
"Tapi saya enggak punya posisi yang kuat untuk membuktikan. Saya tidak punya saksi dan tidak punya bukti untuk melaporkan ke KPK," kata Muhammad.
Sesuai pengetahuannya, prosedur pengaduan di KPK harus dilengkapi minimal alat bukti dan saksi. Muhammad memilih tidak melaporkan kejadian tersebut kepada KPK. Sebab, bisa saja jika dilaporkan tanpa bukti dan saksi, tindakannya dipolitisasi oleh pihak tertentu.
"Kalau melapor tanpa alat bukti nanti jadi masalah, saya gak sempat rekam kejadian itu. Tapi kalau berhadapan dengan orang itu saya masih ingat dengan garis wajahnya," ujarnya.
Cerita tentang upaya penyuapan itu, lanjut Muhammad, sengaja disampaikannya kepada petugas pengawas Bawaslu sebagai contoh. Bahwa posisi pengawas pemilu memang rentan dengan godaan untuk melakukan upaya pelanggaran hukum dan kode etik. Namun, sebagai lembaga pengawas yang bertanggung jawab mengawal pelaksanaan pemilu, semua aparat Bawaslu wajib menjaga independensinya.
Muhammad mengatakan, sebenarnya bukan kali itu saja dia coba disuap. "Ada yang SMS, tapi tidak direspon. Nomor handphone saya kan sudah mudah diakses oleh publik," kata dia.
Belajar dari upaya suap mobil itu, Muhammad mengatakan telah menginstruksikan kepada semua petugas Bawaslu untuk berhati-hati dan bersiaga, merekam atau menympan bukti-bukti bila dilakukan upaya penyuapan. "Ke depannya, kalau sesuatu kuat buktinya untuk dilaporkan kita akan lapor ke KPK," ungkapnya.