Jumat 29 Nov 2013 16:34 WIB

KPI Diminta Tertibkan Iklan Kampanye di TV

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Komisi Penyiaran Indonesia
Komisi Penyiaran Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) Eko maryadi mengatakan, enam bulan menjelang Pemilihan Umum April 2014, iklan kampanye di media penyiaran semakin marak.

Layar kaca kini disesaki dengan tayangan berbau promosi politik dari para ketua umum partai, calon presiden, dan calon legislator.

"Semua konten tersebut mewujud dalam bentuk iklan, iklan terselubung, program tayangan, hingga pemberitaan. Ini harus ditertibkan oleh KPI dengan tegas sebab iklan kampanye itu aturannya dilakukan tiga hari jelang pemilu," kata Eko di Gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jumat, (29/11).

 

Iklan-iklan kampanye ini, ujar Eko, marak di lembaga penyiaran yang pemiliknya merupakan pemimpin partai politik dan calon presiden atau calon wakil presiden. Padahal mereka  seharusnya yang paling memahami filosofi media massa dan prinsip negara demokrasi.

Menurut Eko, sesuai UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, KPI adalah pengawas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu. Undang-undang yang sama mengatur iklan kampanye hanya bisa ditayangkan pada Maret tahun depan, atau tiga pekan sebelum hari pemungutan suara (Pasal 83 ayat 2).

Dalam Pedoman Perilaku dan Standar Program Penyiaran, kata Eko menerangkan,  juga sudah mengatur pentingnya independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.

Lebih jauh, Pasal 22 Pedoman Perilaku Penyiaran menegaskan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran.

Berdasarkan itu, Eko melanjutkan, maka sudah seharusnya KPI bersikap tegas. "Lembaga negara ini wajib mengingatkan semua lembaga penyiaran untuk mematuhi UU Pemilu dan aturan penyiaran dalam masa-masa menjelang Pemilihan Umum ini," katanya.

Bahkan, kata Eko, KPI perlu memberikan sanksi hukum kepada mereka yang abai terhadap aturan yang berlaku. KIDP siap mendukung KPI yang tegas dan berwibawa dalam menegakkan hukum dan membela kepentingan publik.

"Kami mengharapkan agar KPI tidak lambat dalam bekerja. KPI harus berani keluar dari keterjebakkan wilayah teknis untuk kemudian masuk dalam wilayah penafsiran filosofi undang-undang atau peraturan yang meliputinya," ujar Eko.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement