REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Media Cina, Xianjiang Daily menutuh Muslim Uighur tengah mengupayakan larangan terhadap televisi, menyanyi dan bentuk-bentuk hiburan lainnya. Ini merupakan kali kedua media Cina menyerang secara retorika terhadap Muslim Uighur.
Seperti dilansir Antara, Jumat (29/11), dalam artikel halaman depan koran Xinjiang Daily, Yusufujiang Maimaiti, kepala biro tenaga kerja wilayah itu, mengatakan “kelompok-kelompok garis keras” meningkatkan “tujuan-tujuan jahat” mereka dengan mencoba menyelipkan keyakinan ekstremis di antara umat Islam di wilayah tersebut.
“Kelompok-kelompok ekstremis agama... melarang orang menyanyi atau menari, mendorong mereka melawan pemerintah, tidak menggunakan sertifikat nikah dan kartu identitas. Mereka mencegah orang menonton televisi, film dan mendengarkan ajaran pemimpin agama patriotik,” tulisnya.
“Ekstremisme agama merupakan bencana terbesar yang dihadapi pembangunan dan perdamaian serta stabilitas jangka panjang di Xinjiang,” tambahnya. “Perjuangan kita melawan ekstremisme tidak dapat disangkal dan dihindarkan.”
Xinjiang telah menjadi lokasi sejumlah insiden kekacauan pada beberapa tahun terakhir, yang oleh pemerintah dituduhkan dilakukan oleh kelompok separatis East Turkestan Islamic Movement, bahkan saat banyak ahli dan kelompok HAM ragu keberadaannya sebagai kelompok yang kohesif.
Kelompok etnis Uighur secara tradisional mengikuti ajaran Islam yang moderat, namun banyak yang mulai mengadopsi praktik-praktik yang lebih umum ada di Arab Saudi atau Pakistan, seperti perempuan bercadar, seiring peningkatan pengawasan keamanan oleh pemerintah pada beberapa tahun terakhir.
Banyak kelompok HAM mengatakan China terlalu melebih-lebihkan ancaman yang ada untuk menjustifikasi kontrol yang ketat di Xinjiang, yang berlokasi strategis di perbatasan-perbatasan Asia Tengah, India dan Pakistan.