REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wilayah Kota Malang saat ini mulai membutuhkan sumur "injeksi" yang jumlahnya mencapai ribuan untuk mengembalikan keberadaan air bawah tanah yang sudah terkuras untuk berbagai kebutuhan, kata pakar pengairan Universitas Brawijaya Malang Prof Muhammad Bisri.
"Sumur injeksi tersebut bisa digali sekitar 50-100 meter dari sumur sebenarnya dengan tujuan untuk menampung limbah air dan diolah sedemikian rupa, sehingga ketika dibutuhkan bisa menjadi pengganti air sumur bawah tanah," kata Dekan Fakultas Teknik (FT) Universitas Brawijaya (UB) tersebut, Jumat (29/11).
Menurut dia, semakin banyak air bawah tanah (ABT) yang dikuras untuk berbagai kebutuhan manusia, terutama untuk industri hotel maupun perusahaan besar lainnya, seharusnya semakin banyak pula sumur injeksi yang dibuat.
Sumur injeksi yang difungsikan untuk menampung air limbah dan air hujan itu, katanya, ukurannya berbeda dengan sumur resapan yang sudah mulai dibangun di sejumlah titik taman kota di daerah itu.
Kalau sumur resapan ukuran kedalamannya hanya sekitar 5 sampai 6 meter dengan lebar atau diameter satu meter, sumur injeksi lebih dalam, yakni minimal berkedalaman 20-25 meter dengan diameter sekitar 6 meter.
Hingga saat ini, lanjutnya, di Kota Malang hanya ada sekitar 30 sumur injeksi dan salah satunya berada di kawasan Masjid Jami' Alun-alun Kota Malang. Bahkan, hotel-hotel di Kota Malang yang jumlahnya puluhan itu juga tak satu pun yang memiliki sumur injeksi.
Memang, katanya, untuk membuat sumur injeksi tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, yakni sekitar Rp400 juta per unit. Sehingga, perusahaan besar maupun hotel banyak yang mengabaikannya dan tetap mengandalkan ABT untuk kebutuhan airnya.
Ia mengemukakan pengambilan air dari bawah tanah dengan sistem sumur artesis di Kota Malang semakin lama makin banyak dan otomatis ABT yang terkuras juga semakin besar.
Jika hal itu terus dibiarkan tanpa diimbangi dengan konservasi, termasuk membangun sumur injeksi, maka tidak lama lagi pasti ada kasus penurunan tanah (land subsidance).
Meski sampai saat ini masih belum dijumpai adanya kasus penurunan tanah di Kota Malang, tegasnya, indikasi penurunan debit air permukaan sudah sangat terasa dan mulai mengkhawatirkan.
Pada tahun 1980-an, kedalaman sumur di daerah itu hanya sekitar 5-6 meter, namun sekarang sudah mencapai 10-15 meter, tergantung lokasi sumur.
"Gerakan pembuatan sumur injeksi maupun sumur resapan ini harus segera dimulai, paling tidak untuk area lokal (sekitar rumah) dulu, baru di lokasi-lokasi umum yang lebih luas," tegasnya.