REPUBLIKA.CO.ID,MALANG--Pakar tata ruang kota Universitas Brawijaya Prof Dr Muhammad Bisri mengemukakan wilayah Kota Malang, Jawa Timur, membutuhkan ribuan sumur injeksi sebagai salah satu solusi untuk mengatasi banjir di daerah itu pada setiap musim hujan.
"Kota ini sudah membutuhkan sumur injeksi yang jumlahnya tidak sedikit untuk menampung pelimpasan air hujan agar tidak sampai terjadi banjir. Sumur injeksi ini sekaligus berfungsi mengembalikan keberadaan air bawah tanah yang sudah terkuras untuk berbagai kebutuhan," katanya, Selasa.
Menurut dia, semakin banyak sumur injeksi yang dibuat di sejumlah titik, terutama kawasan rawan banjir, akan meminimalkan terjadinya banjir karena air hujan langsung masuk ke sumur.
Selain sumur injeksi, lanjutnya, sistem drainase juga harus dibenahi agar air hujan tidak sampai menggenang. Dengan sistem drainase yang baik, air hujan langsung bisa mengalir dengan sempurna dan tidak akan sampai membanjiri jalan raya maupun rumah-rumah penduduk.
Selama ini, kata dia, penanganan masalah banjir di Kota Malang baru bersifat parsial, bahkan lokasi-lokasi yang menjadi langganan banjir pun masih belum tertangani dengan baik.
Oleh karena itu, untuk jangka panjang diperlukan adanya sumur injeksi. Sumur injeksi bisa digali lebih dalam lagi dari sumur resapan yang sudah mulai dibangun di sejumlah titik taman kota.
Kedalaman sumur injeksi bisa mencapai 50-100 meter dari sumur sebenarnya, bahkan berbeda dengan sumur resapan yang kedalamannya hanya sekitar 5 sampai 6 meter dengan lebar atau diameter satu meter. Sedangkan sumur injeksi rata-rata berdiameter sekitar 6 meter.
Lebih lanjut Dekan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) itu mengatakan saat ini di Kota Malang hanya ada sekitar 30 sumur injeksi dan salah satunya berada di kawasan Masjid Jami' Alun-alun Kota Malang, bahkan hotel-hotel di kota itu yang jumlahnya puluhan tersebut tak satu pun yang memiliki sumur injeksi.
Memang, katanya, untuk membuat sumur injeksi tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, yakni sekitar Rp400 juta per unit. Sehingga, perusahaan besar maupun hotel banyak yang mengabaikannya dan tetap mengandalkan ABT untuk kebutuhan airnya.
Ia mengemukakan pengambilan air dari bawah tanah dengan sistem sumur artesis di Kota Malang semakin lama makin banyak dan otomatis ABT yang terkuras juga semakin besar.
Jika kondisi itu terus dibiarkan tanpa diimbangi dengan konservasi, termasuk membangun sumur injeksi, maka tidak lama lagi pasti ada kasus penurunan tanah (land subsidance).
Meski sampai saat ini masih belum dijumpai adanya kasus penurunan tanah di Kota Malang, tegasnya, indikasi penurunan debit air permukaan sudah sangat terasa dan mulai mengkhawatirkan.
Pada tahun 1980-an, kedalaman sumur di daerah itu hanya sekitar 5-6 meter, namun sekarang sudah mencapai 10-15 meter, bahkan lebih, tergantung lokasi sumur.
"Gerakan pembuatan sumur injeksi maupun sumur resapan ini harus terus digencarkan, paling tidak untuk area lokal (sekitar rumah) dulu, baru di lokasi-lokasi umum yang areanya lebih luas. Selain itu, pengembang juga diwajibkan untuk membuat sumur injeksi di lokasi perumahan yang dibangun," tegasnya.