Senin 02 Dec 2013 06:34 WIB

Wakapolri: Kami Pilih Tahajud untuk Minta Arahan Jilbab Polwan

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Komjen Pol. Oegroseno mengucapkan sumpah jabatatan saat mengikuti upacara serah terima jabatan (Sertijab) Wakapolri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Komjen Pol. Oegroseno mengucapkan sumpah jabatatan saat mengikuti upacara serah terima jabatan (Sertijab) Wakapolri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Oegroseno mengungkapkan, kebijakan penundaan izin jilbab untuk polisi wanita merupakan urusan internal Polri. 

Dia pun mengaku, pilihan itu diambil dengan meminta petunjuk kepada Allah SWT. "Kami memilih tahajud meminta arahan,"ujarnya saat dihubungi RoL, Ahad (1/12) malam.

Dia menjelaskan, pengaturan tentang jilbab untuk polwan tidak bisa sembarangan. Menurutnya, Polri harus meneliti terlebih dahulu seperti apa konsep jilbab yang ada dalam Islam. 

"Kita sedang membicarakan syariah yang akan dituangkan dalam aturan,"tegasnya. Dia menjelaskan, aturan tersebut untuk mencegah penerapan syariah untuk polwan yang bisa diterapkan setengah-setengah.  Oleh karena itu, mantan Kapolda Sumatra Utara ini menjelaskan, bisa jadi penggodokan aturan tersebut berlangsung lama. 

Sebelumnya, Kapolri Jendral (Pol) Sutarman, secara lisan sudah memberi izin kepada para polwan untuk mengenakan jilbab saat bertugas. Pemberian izin tersebut, tutur Kapolri, dikeluarkan sambil menunggu adanya peraturan kapolri soal pengaturan seragam jilbab. 

Akan tetapi, langkah Kapolri tersebut ternyata mendapat pertentangan. Alhasil, Wakapolri kemudian menerbitkan telegram rahasia (TR) yang berisi penundaan pemberian izin jilbab kepada polwan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement