Senin 02 Dec 2013 18:41 WIB

PN Sleman Tolak Gugatan Praperadilan Kasus Udin

Rep: Nur Aini/ Red: Djibril Muhammad
Aktivis menaburkan bunga saat berlangsungnya sidang praperadilan wartawan menggugat Polda DIY di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (26/11). Kasus Udin tidak mengalami kejelasan hukum selama 17 tahun, dan wartawan Yogyakarta menggugat Polda DIY dengan tuntut
Foto: Antara
Aktivis menaburkan bunga saat berlangsungnya sidang praperadilan wartawan menggugat Polda DIY di Pengadilan Negeri Sleman, Selasa (26/11). Kasus Udin tidak mengalami kejelasan hukum selama 17 tahun, dan wartawan Yogyakarta menggugat Polda DIY dengan tuntut

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman menolak gugatan praperadilan kasus Udin. Mereka menilai Pengadilan Negeri Sleman tidak berwenang dalam menangani praperadilan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian wartawan Bernas Yogyakarta 17 tahun silam.

Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang pada Senin (2/12) majelis hakim dengan hakim ketua Asep Koswara di Pengadilan Negeri Sleman. Hakim mengatakan berdasarkan pasal 77 KUHP, pengadilan tidak berwenang dalam memutuskan kasus praperadilan.

"Permohonan pemohon di poin dua berupa memerintahkan kepada termohon untuk melanjutkan proses penyidikan atau memerintahkan kepada termohon untuk segera menerbitkan surat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) bukan kewenangan pengadilan," ujar Asep Koswara.

Kelompok wartawan mengajukan gugatan praperadilan tehadap Polda DIY untuk menuntaskan kasus Udin. Penganiayaan terhadap Udin, panggilan Fuad Muhammad Syafrudin terjadi pada 13 Agustus 1996. Karena penganiayaan itu, Udin meninggal dunia tiga hari kemudian setelah dirawat di rumah sakit.

Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan Dwi Sumaji atau Iwik sebagai tersangka dengan tuduhan berselingkuh dengan Marsiyem, istri Udin. Namun, pengadilan membebaskan Iwik karena tidak cukup bukti.

Anggota tim pengaca penggugat, Ramdlon Naning mengatakan pihaknya akan mengajukan banding terhadap keputusan pengadilan.

Keputusan pengadilan tersebut dinilainya sebagai preseden untuk pencari kepastian hukum. "Ini preseden yang tidak baik untuk pencari keadilan khususnya untuk kasus-kasus yang nyaris terlupa," ujarnya.

Pengadilan dinilai dapat memutuskan kasus praperadilan. Ramdlon mengatakan pengadilan negeri Bima, Sukoharjo, dan Tanjung Karang pernah menangani kasus praperadilan.

Akan tetapi, bukti yang dibawa kuasa hukum penggugat berupa 45 surat dan sembilan orang saksi ditambah tiga saksi ahli tidak cukup membuat pengadilan memperkarakan kembali kasus Udin.

Humas Pengadilan Negeri Sleman, Iwan Anggoro mengatakan keputusan hakim sudah berdasarkan peraturan yang berlaku yakni pasal 77 KUHP.

Permohonan pemohon dinilai bukan menjadi kewenangan pengadilan Sleman. Akan tetapi saat ditanya kemana pengajuan kasus pra-peradilan seharusnya dialamatkan, Iwan mengaku tidak tahu.

"Saya tidak tahu, itu bisa ditanyakan kuasa hukum penggugat, yang jelas keputusan hakim sudah sesuai dengan KUHP," ujarnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Hendrawan Setiawan mengatakan polisi mengatakan kasus Udin tidak dapat diberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Ini karena status kasus tersebut tidak pernah ditingkatkan menjadi penyidikan. "Jangan-jangan polisi tidak melakukan penyidikan...kasus ini harus dituntaskan," ujarnya.

Sementara itu, Iwik seusai pembacaan keputusan sidang, mengaku dirugikan dengan tidak adanya kepastian hukum pada kasus Udin. Ia menilai keputusan pengadilan tersebut tidak boleh dianggap selesai. "Kasus Udin adalah pembunuhan berencana. Polisi harus cari bukti," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement