REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono menilai capres Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dihasilkan dari pemilihan raya (pemira) hanya berpengaruh di internal.
"Siapa pun capres yang terpilih nantinya di PKS hanya akan mampu menarik dukungan kader internal. Di dalam akan lebih solid, tetapi masyarakat di luar kader PKS tak terpengaruh," katanya di Semarang, Rabu (4/12).
Pengajar FISIP itu mengungkapkan, PKS selama ini dikenal sebagai partai kader dan sistemik yang tidak bergantung pada ketokohan. Berbeda dengan sejumlah parpol lain yang mengandalkan kekuatan tokoh.
Ia mencontohkan, Partai Demokrat dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono, Gerindra dengan Prabowo Subianto, dan PDI Perjuangan dengan ketokohan Megawati Sukarnoputri yang kini bergeser ke Joko Widodo.
"Kalau PKS kan partai kader. Jadi, mereka tidak perlu mengandalkan kharisma ketokohan, termasuk untuk capres yang akan diusung. Karena kader internal akan tetap solid dengan keputusan partai," katanya.
Sebab, kata dia, PKS merupakan partai yang tidak besar karena figur. Tetapi tumbuh karena sistem kepartaian yang berjalan sehingga cenderung tetap solid meski diterpa berbagai masalah di tingkat elite.
Di sisi lain, kata dia, selama ini memang belum ada figur dari PKS yang menonjol ketokohannya secara nasional. Atau bisa dikatakan belum ada yang secara riil menjadi idola masyarakat, sebagaimana Jokowi.
"Misalnya, Ahmad Heryawan, mungkin hanya populer di daerah tertentu. Apalagi, pada pilkada Jawa Barat lalu kan hanya menang tipis. Kemudian, Hidayat Nur Wahid kan juga kalah di pilkada DKI Jakarta," katanya.
Ia melihat popularitas ketokohan capres PKS sekarang ini masih kalah dibanding tokoh lain. Seperti Jusuf Kalla dan Mahfud MD, apalagi jika dibandingkan dengan sosok Jokowi dan Prabowo Subianto.
"Karena itu, perolehan suara PKS di pemilu 2014 akan cenderung tetap. Ya, di kisaran 7-10 persen, ada kemungkinan naik, bisa juga turun. Namun, pemira ini cukup menguatkan kalangan internal," kata Teguh.