Jumat 06 Dec 2013 17:14 WIB

Pengamat Usulkan Lembaga Independen Awasi Kebebasan Pers

Kebebasan Pers (ilustrasi)
Foto: setyoufreenews.com
Kebebasan Pers (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat hukum dari Universitas Udayana Prof Yohanes Usfunan mengusulkan perlu dibentuk lembaga independen yang bertugas mengawasi kebebasan pers supaya tidak semakin kebablasan dalam menyajikan pemberitaan.

"Saya melihat tidak sedikit ada pers yang asal sikat saja dalam pemberitaannya dengan tidak memperhatikan kepentingan rakyat yang lebih luas," katanya saat menjadi pembicara pada Sarasehan Program Bali Mandara, di Denpasar, Jumat (6/12).

Menurut dia, selain ada pers yang kebablasan menyampaikan informasi asal "sikat", ada juga oknum yang melakukan aktivitas tawar-menawar kepada narasumber. Tatkala narasumber tidak mau, selanjutnya oknum pers akan "menghantam" habis-habisan lewat pemberitaan.

"Saya tidak mengenalisis semua pers seperti itu, tetapi jumlahnya semakin hari kian banyak. Bahkan ada media yang hanya terbit untuk waktu tertentu, seperti menjelang perhelatan politik," ujarnya.

Guru besar yang juga mantan wartawan itu berpandangan terjadinya dampak negatif dari kebebasan pers karena selama ini pengawasan pers di daerah-daerah masih lemah. "Peran Dewan Pers tidak cukup untuk menjangkau ke berbagai daerah sehingga diperlukan lembaga pengawasan pers independen yang berisikan orang-orang yang jujur untuk menilai pemberitaan di masyarakat," katanya.

Ia menambahkan, pers saat ini juga condong lebih mengutamakan pemberitaan dari sisi perannya sebagai kontrol sosial, daripada peran pendidikan dan hiburan ke masyarakat. Akibatnya pers seolah-olah menjadi bebas untuk menjelek-jelekkan pemerintah.

"Semakin buruk suatu kondisi justru semakin berakhir untuk diberitakan. Itulah paradigma sekelompok insan pers pada era reformasi ini," ujarnya.

Usfunan tidak memungkiri kebebasan pers merupakan hak asasi politik yang harus dijamin penggunaannya secara konstitusional dan yuridis. Namun, terhadap pers tertentu yang kebablasan dalam menggunakan kebebasannya, secara hukum memungkinkan masyarakat untuk meminta pertanggung jawaban melalui jalur hukum.

"Kebebasan pers yang kebablasan kemungkinan didorong oleh penggunaan konsep kemerdekaan pers. Namun, kebebasan pers harus tetap tunduk pada pembatasan penggunaan HAM karena kebebasan pers bukan merupakan HAM yang bersifat mutlak (absolut)," kata Usfunan.

Pada sarasehan itu ada beberapa keluhan peserta yang pernah menjadi korban pers, seperti disampaikan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana yang pernyataannya pernah dipelintir oleh pers dan beritanya tidak dimuat gara-tidak membayar.

Keluhan serupa juga dikemukakan oleh seorang mahasiswa IHDN Denpasar yang sangat tidak nyaman dengan berita tentang masalah yang menimpa institusinya, dan berita tersebut cenderung hanya melihat sisi negatif dan tidak pernah memberitakan hal-hal positif yang ada.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement