REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil berharap Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) mendapat vonis bebas. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, rencananya akan membacakan vonis mantan Presiden PKS itu pada Senin (9/12). "Saya berharap agar hari ini ada mukjizat untuk LHI," kata Nasir, Senin.
Ia berharap hakim dapat memberikan putusan sesuai dengan fakta persidangan. Yaitu, putusan yang merefleksikan rasa keadilan, kebenaran, dan dapat membawa kemaslahatan. Hakim pun diminta tidak perlu takut untuk memberikan vonis bebas jika terdakwa memang tidak terbukti bersalah.
Meski pun, ia menyebut yang benar itu dipandang pahit. Ia menilai LHI tidak bersalah dalam kasus yang menjeratnya. "Semoga LHI divonis bebas oleh majelis hakim," kata anggota Komisi III DPR itu.
Jaksa penuntut umum menilai Luthfi telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait permohonan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna dan anak perusahaannya. Jaksa juga menilai Luthfi bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang.
Jaksa menuntut mantan anggota Komisi I DPR pidana total 18 tahun penjara. Sepuluh tahun untuk pidana korupsi dan delapan tahun untuk tindak pidana pencucian uang.
Selain itu, Luthfi juga dituntut untuk membayar denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan untuk tindak pidana korupsi. Untuk tindak pidana pencucian uang, ia dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun empat bulan kurungan. Jaksa juga meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Luthfi.
Dalam nota pembelaan pribadinya, Luthfi membantah telah menerima uang Rp 1,3 miliar dari pihak PT Indoguna dari total yang dijanjikan Rp 40 miliar. Ia menilai, Ahmad Fathanah yang telah menerima dan menggunakan Rp 1,3 miliar itu. Ia mengatakan, Fathanah yang telah memperdaya PT Indoguna. Luthfi juga mengatakan, Fathanah telah mengakui sering mencatut nama dia.