REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera merasa heran dengan vonis 16 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim tindak pidana korupsi (tipikor) kepada Luthfi Hasan Ishaq (LHI). Menurut PKS hukuman yang diberikan kepada LHI tidak adil bila dibandingkan dengan hukuman yang diterapkan kepada para koruptor yang mencuri uang negara dengan jumlah lebih besar.
"Jadi kalau ingin korupsi, korupsilah yang banyak supaya hukumannya ringan," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (10/12).
Hidayat mencontohkan hukuman yang diberikan kepada sejumlah koruptor. Nazaruddin misalnya, dengan kasus korupsi yang begitu banyak hanya dikenai hukuman penjara empat tahun. Robet Tantular yang membawa kabur uang negara lebih dari Rp 1 triliun hanya dikenai hukuman empat tahun penjara. Tersangka kasus korupsi SKK Migas yang merugikan keuangan negara Rp 12 miliar juga hanya divonis empat tahun penjara.
"Pak Luthfi yang dituduh dengan Fathanah dan disampaikan jaksa dan hakim, Fathanah diduga menerima Rp 1,3 miliar yang tidak satu rupiah pun merugikan uang negara, divonis 16 tahun," ujar Hidayat.
Hukuman yang diberikan majelis hakim tipikor kepada LHI dinilai Hidayat mengabaikan sisi keadilan. Pada hal sisi keadilan merupakan hal penting dalam proses penegakan hukum. "Mari kita lihat hakim ini membuat vonis sangat cepat," katanya.
Hidayat mengatakan, hakim tipikor hanya mengikuti logika hukum jaksa penuntut. Hakim menurutnya sama sekali tidak mengindahkan berbagai kesaksian yang meringankan Luthfi. Kendati begitu, Hidayat membantah pernyataannya sebagai upaya menghambat pemberantasan korupsi. "Kami mendukung langkah hukum dan berharap hukum bisa tegak tanpa diskriminasi," ujarnya.
Hidayat menegaskan PKS tidak ingin ada politisasi dalam proses penegakan hukum. Menurutnya tim hukum PKS akan melakukan langkah-langkah progresif atas hukuman yang dijatuhkan kepada Luthfi. "Kami yakin rekan-rekan kami di tim hukukm akan melakukan langkah progresif," kata Hidayat.