Jumat 13 Dec 2013 15:49 WIB

Granat: Pembebasan Bersyarat Corby Akan Tabrak UU

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Dewi Mardiani
warga Australia terpidana 20 tahun penjara atas kasus narkotika, Schapelle Corby (kanan) di Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali
Foto: Antara
warga Australia terpidana 20 tahun penjara atas kasus narkotika, Schapelle Corby (kanan) di Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Kerobokan Denpasar, Farid Junaedi, mengajukan remisi atau pengurangan masa tahanan terkait Hari Raya Natal 2013 selama pembebasan bersyarat untuk narapidana kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby. Pengajuan itu belum dikeluarkan.

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Henry Yosodiningrat, mengatakan pengajuan pembebasan bersyarat Corby akan melanggar undang-undang. "Saya melihat hak untuk pembebasan bersyarat untuk Corby akan menabrak aturan hukum," kata Henry yang dihubungi, Jumat (13/12).

Ia menjelaskan jika Corby mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) dari pemerintah, maka Corby akan terbentur dengan peraturan di Indonesia. Pasalnya, sebagai warga negara asing (WNA), masa izin tinggal Corby di Indonesia sudah habis. Setiap WNA yang habis masa tinggalnya maka harus dideportasi ke negara asalnya.

Sedangkan dalam masalah ini, Corby harus tetap berada di Indonesia dan melapor kepada pemerintah jika mendapatkan pembebasan bersyarat. Corby diwajibkan untuk melapor hingga masa penahanannya selesai hingga 2016. "Setiap orang asing yang tidak mempunyai izin tinggal yang sah dan masih berlaku dilarang untuk berada dan tinggal di wilayah Indonesia kecuali tempat-tempat tertentu yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan," jelasnya.

WNA yang melanggar izin tinggal maka melanggar UU keimigrasian, lanjutnya, harus disimpan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudensi). Namun tetap ada masalah, dalam undang-undang keimigrasian, setiap orang asing yang berada di dalam Rudensi tidak berhak memperoleh pembebasan bersyarat.

"Karena detensi bukanlah merupakan proses hukum pidana dan melalui proses peradilan. Detensi merupakan tempat penempatan sementara bagi orang asing yang dikenakan tindakan adminstratif keimigrasian," ujarnya lagi.

Lagipula ia beranggapan perlakuan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) selalu memberikan perlakuan istimewa. Apalagi saat ini hubungan antara pemerintah Indonesia dan Australia sedang tegang karena masalah penyadapan.

"Pemberian grasi dan remisi membuat adanya perlakuan istimewa untuk Corby. Apa ini strategi untuk membiarkannya pulang? Pemerintah, Kemenkumham dan Ditjen Pemasyarakatan harus melek melihat ini," sindirnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement