Jumat 20 Dec 2013 12:40 WIB

Hingga November, MA Memutus 14.736 Perkara

Gedung Mahkamah Agung
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) berhasil memutus 14.736 perkara kasasi dan peninjauan kembali hingga akhir November 2013 dan masih tersisa 6.592 perkara.

"Ini merupakan sisa perkara paling rendah sepanjang sejarah MA," kata Ketua MA Hatta Ali, dalam pidato pembukaan Rapat Pleno yang dilansir di laman internal MA, Jumat (20/12).

Menurut Ketua MA, produktivitas dalam memutus perkara di tahun 2013 yang mencapai jumlah 14.736 merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung atau melampaui rekor memutus perkara tertinggi sebelumnya di tahun 2010 yang mencapai 13.891 perkara.

Hatta Ali membandingkan capaian dengan tahun 2012 yang hanya berhasil memutus 10.995 yang membuat sisa perkara melambung di angka 10.112. Padahal, di tahun sebelumnya perkara putus berjumlah 13.719 dan sisa perkara berada di angka 7.695. Menurunnya jumlah produktivitas di tahun 2012 ini bukan dikarenakan rendahnya etos kerja hakim agung, namun karena banyak faktor yang saling berkontribusi terhadap menurunnya jumlah perkara putus.

"Tahun 2012 banyak hakim agung yang pensiun, terjadi suksesi kepemimpinan di awal tahun 2013, dan banyak hakim yang terlibat di berbagai kegiatan di luar, sehingga berpengaruh kepada menurunnya jumlah perkara putus," ungkapnya.

Hatta mengatakan, dengan menurunnya produktivitas tersebut, di tahun 2013 telah dilakukan berbagai perubahan kebijakan. Hakim Agung harus fokus dalam memeriksa dan memutus perkara. MA mengeluarkan aturan melarang beraktivitas di luar gedung MA di hari dan jam kerja, serta permintaan menjadi narasumber dapat dipenuhi sepanjang mendapat izin Ketua MA dan Rakernas pun ditiadakan pada tahun ini.

Kebijakan lainnya adalah dengan menerbitkan SK KMA Nomor 119/SK/KMA/IX/2013. SK ini mengubah sistem membaca berkas bergiliran menjadi membaca berkas bersama. SK ini pun membatasi jangka waktu memutus perkara untuk perkara biasa paling lama tiga bulan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement