REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
Perayaan ibadah umat Kristiani harus dihormati, bukan diikuti.
JAKARTA -- Menjelang perayaan Natal 2013 dan Tahun Baru 2014, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat Islam untuk menghindari penggunaan aksesori yang berkaitan dengan Natal dan atributnya.
Ini bertujuan agar umat Islam dapat memahami bahwa Natal bagian dari perayaan umat Kristiani yang harus dihormati, bukan diikuti.
Hal tersebut disampaikan Ketua MUI KH Amidhan menanggapi adanya keresahan sejumlah ulama di Jawa Timur dan Aceh.
Beberapa perusahaan di kedua daerah tersebut meminta karyawannya menggunakan baju Sinterklas sebagai cara menarik pembeli.
"Kita hormati Natal sebagai hari raya suci umat Kristiani, tapi bukan berarti kita ikut-ikutan memakai aksesori Natal dan berbaju Sinterklas," ujar Amidhan ketika dihubungi Republika, Kamis (19/12).
Amidhan menegaskan, sikap ulama dan MUI ini bukan bermaksud tidak hormat pada Kristiani, melainkan ini tugas ulama memberi pemahaman kepada umat Islam.
"Kita pahami saat ini perayaan Natal dan Tahun Baru sudah mengglobal, tapi ingat Natal secara ibadah milik umat Kristiani. Ini berbeda dengan Tahun Baru," dia mengingatkan.
Ia menilai, ada kesalahpahaman orang dalam memandang hari raya agama saat ini, umat agama lain tidak merayakan, tetapi ikut meramaikan dengan berbagai acara dan aksesori yang digunakan.
Menurut Amidhan, ini bukan hanya terjadi pada hari raya agama lain. Di Islam pun seperti itu. Karenanya, ia meminta setiap umat beragama dapat memahami hal ini.
Ia pun meminta perusahaan yang mempekerjakan karyawan Muslim agar bisa menghargai mereka. Yakni, dengan tidak memaksa mereka menggunakan aksesori Natal atau pakaian Sinterklas demi menarik animo pembeli.
Penggunaan aksesori Natal oleh karyawan Muslim ini dikritisi MUI Jawa Timur dan Aceh. MUI Jawa Timur khawatir maraknya karyawati di pusat perbelanjaan yang mulai menggunakan aksesori Natal, padahal mereka menggunakan jilbab.
Sekretaris MUI Jawa Timur Mohammad Yunus mengaku sedih melihat karyawati berjilbab menggunakan pakaian Sinterklas.
Yunus mengatakan, MUI Jatim menghargai perbedaan agama dan keyakinan masing-masing, tapi perlu diingatkan pada perusahaan yang mempekerjakan karyawan Muslim agar dapat menghargai perbedaan keyakinan.
“Kalau mau menggaet banyak pembeli di saat Natal, silakan memerintahkan karyawan non-Muslim untuk memakai baju Sinterklas," ujarnya.
“Tapi, jangan menyeragamkan semua karyawan harus menggunakan pakaian itu. Kami meyakini lakum dinukum wa li ad-din (bagimu agamamu, bagiku agamaku).”
Yunus juga mengingatkan agar imbauan MUI Jawa Timur diperhatikan pada perayaan hari-hari besar Islam. Agar karyawan non-Muslim tidak diwajibkan menggunakan pakaian Muslim, semisal jilbab untuk wanita. Sebab, sedari awal umat Islam tidak meminta karyawan non-Muslim menggunakan hijab.