REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kalangan anak jalanan (anjal), anak yatim, dan anak nelayan yang putus sekolah di Kota Padang, Sumatra Barat, mengundang perhatian serius. Sebuah lembaga bernama Pendidikan Layanan Khusus merangkul mereka untuk mengenyam pendidikan dasar.
"Jadi kami tengah merintis tiga jenis sekolah baru untuk mengatasi masalah pendidikan anak jalanan, yatim, dan anak nelayan yang putus sekolah karena faktor ekonomi atau tidak adanya perhatian dari orang tua mereka," ungkap Prof Elfinri, penggerak Pendidikan Layanan Khusus, saat ditemui di Kota Padang, Selasa (24/12).
Untuk anjal, menurut guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (FE Unand) Padang itu, sudah terangkul 65 orang. Dua sekolah dasar (negeri dan swasta) memfasilitasi pendidikan mereka dalam ruang kelas khusus.
Kemudian untuk anak yatim peserta didiknya baru sembilan orang. Sedangkan untuk kelompok anak nelayan, Elfinri belum bisa menyebutkan jumlah pesertanya.
Dalam merekrut peserta didik dari kalangan marginal itu, khususnya untuk anjal, diterapkan konsep pendekatan "teman sebaya". Polanya, dicari beberapa anjal dan diserahkan kepada bapak asuh yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang seperti pada anak sendiri.
Dari perlakuan orang tua asuhnya yang menimbulkan kesan baik itu, mereka mengajak teman anjal lainnya untuk bergabung dalam program Pendidikan Layanan Khusus. Tetapi mereka tidak langsung dijauhkan dari kehidupan jalanan yang sudah menjadi habitatnya.
"Mereka masih boleh mengamen untuk mencari uang, apalagi jika harus ikut menopang kebutuhan ekonomi adik-adiknya," tutur Elfinri yang juga menjabat ketua Komite Pesantren Ar-Risalah, Padang.
Sebagai konsultan Direktur PKLK Pendidikan Dasar Kemendikbud, perhatiannya terhadap anak-anak ekonomi lemah dan terlantar tidak saja dalam proyek sekolah khusus di tanah kelahirannya. Misalnya di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), ia ikut mendirikan sekolah terapung bagi anak-anak nelayan.