REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyarankan agar Pemerintah tidak perlu melakukan banding terhadap putusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres RI Nomor 87/P Tahun 2013 karena tidak senapas dengan Perpu MK.
"Karena bisa mempermalukan posisi Pemerintah sendiri, apalagi dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perpu MK)," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Kamis (26/12).
Oleh karena itu, anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo, S.H. meminta Pemerintah mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membantalkan Keppres RI Nomor 87/P Tahun 2013 yang berisi tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu memandang perlu transparansi dalam rekrutmen hakim konstitusi yang dilakukan oleh Pemerintah.
Adapun mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, sebagaimana ketentuan dalam Perpu MK, yakni memperkuat prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sesuai dengan harapan dan opini publik, yang tercantum pula dalam Pasal 19 Undang-Undang MK.
Sebelum ditetapkan oleh Presiden, pengajuan calon hakim konstitusi oleh MA, DPR, dan/atau Presiden, terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli yang dibentuk oleh Komisi Yudisial.
Panel Ahli beranggotakan tujuh orang yang terdiri atas satu orang diusulkan oleh MA; satu orang diusulkan oleh DPR; satu orang diusulkan oleh Presiden; dan empat orang dipilih oleh Komisi Yudisial berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum, dan praktisi hukum.