REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengaku kesulitan mengupayakan pembangunan Pabrik Gula (PG) baru dan revitalisasi. Dari target pembangunan 20-25 unit, baru satu PG baru yang terealisasi.
Direktur Tanaman Semusim Kementan, Nurnowo Paridjo mengatakan macetnya investasi pabrik PG terkendala dana. Walaupun banyak investor yang menyatakan ketertarikan, namun pada prosesnya banyak kendala bermunculan.
Misalnya saja, investor harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengganti tanah yang sudah dibebaskan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Sebanyak 190 ribu hektare (ha) diserahkan Kemenhut untuk dikelola guna produksi tebu. Kenyataanya, masyarakat yang menetap di kawasan tersebut meminta ganti rugi cukup besar.
"Dari 195 ribu ha lahan yang dilepas Kemenhut, tidak ada satupun yang mengajukan Hak Guna Usaha (HGU). BPN hanya mau memproses kalau sudah beres proses clean and clear," katanya saat konprensi pers Capaian Tahun 2013 dan Rencana Program Perkebunan Tahun 2014, Jumat (3/1).
Ia melihat pembangunan PG baru tidak didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah. Selama ini investor bergerak sendirian ketika ingin berinvestasi pada PG.
Dirjen Perkebunan Gamal Natsir berharap ada hubungan sinergi antara Kementan dengan Kementerian lain dalam mewujudkan target swasembada gula. Kementan dikatakan hanya berperan sebanyak 20 persen agar program ini tercapai. "Ada masalah kordinasi juga, semangatnya belum sama," katanya.
Pada tahun 2013, produksi gula pasir mencapai 2,54 juta ton. Pada tahun ini produksi gula diproyeksikan tumbuh 26,9 persen menjadi 3,10 juta ton. Kebutuhan gula tahun ini diperkirakan sebanyak 2,72 juta ton.
Upaya peningkatan produksi gula juga akan dilakukan dengan cara bongkar ratun. Ada 12 provinsi utama yang akan diterapkan bongkar ratun. "Yang pasti di Jawa seluruhnya, ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Direktur Tanaman Semusim Kementan, Nurnowo Paridjo.
Namun bongkar ratun baru dilakukan pihak swasta. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut dia belum ada yang melakukan program ini karena terkendala birokrasi. Untuk itu diharapkan dukungannya dari Kementerian BUMN dan juga Kementerian Perindustrian.