REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai pemerintah perlu menangani kenaikan harga elpiji 12 kilogram meskipun kenaikan harganya merupakan kewenangan PT Pertamina (Persero).
"Saya menganggap pemerintah perlu tangani karena menyangkut rakyat banyak meskipun kenaikan harga ini kewenangan Pertamina dan tidak harus lapor presiden," kata Yudhoyono dalam akun Twitter-nya @SBYudhoyono, Sabtu malam.
Presiden Yudhoyono tahu bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada kerugian Pertamina sekitar Rp7 triliun, tetapi solusinya tidak otomatis menaikkan harganya sebesar 60 persen.
Kenaikan harga yang terlalu tinggi, menurut kepala negara, akan meningkatkan harga barang dan jasa yang pada akhirnya rakyat kurang mampu akan terbebani.
"Saya mengetahui sebagian masyarakat menyoroti dan protes kenaikan harga elpiji 12 kilogram yang dilakukan Pertamina," ujarnya.
Yudhoyono menilai, kebijakan yang membawa dampak luas itu juga tidak dikoordinasikan dengan baik dan persiapannya kurang. Hal itu menurut dia seharusnya tidak boleh terjadi.
Presiden mengatakan, pada Sabtu (4/1) telah menginstruksikan Wakil Presiden Boediono memimpin Rapat Kabinet untuk mencarikan solusi terkait kebijakan tersebut. Dia mengatakan, sudah memberikan arahan kepada Wapres yaitu jangan sampai kebijakan itu meningkatkan inflasi dan membebani rakyat.
"Hari ini (Minggu 5/1) saya minta Wapres laporkan hasilnya di Halim (Bandara Halim Perdanakusumah) beserta solusi yang pro rakyat," katanya.
Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsidi sebesar Rp3.959 per kilogram di seluruh Indonesia mulai 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB. Kenaikan harga akan bervariasi berdasarkan jarak stasiun pengisian bahan bakar elpiji (SPBBE) ke titik serah (supply point).
Pertamina mengaku merugi Rp16 triliun selama empat tahun karena harga elpiji 12 kilogram tidak naik. Pertamina memperkirakan perusahaan itu akan merugi Rp5 triliun pada 2014 apabila harga elpiji itu tidak naik.