REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminalisasi yang dilakukan aparat penegak hukum semakin mengkhawatirkan. Kriminalisasi berupa rekayasa kasus hingga penyiksaan pada saat pemeriksaan menjadi sorotan beberapa pihak akhir-akhir ini. Setelah MA memutus bebas Ket San dan Rudy Santoso, terdakwa kasus narkoba yang kasusnya hasil rekayasa polisi, terungkap pula beberapa rekayasa kasus lainnya yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Pengamat hukum, Taufik Basari menyatakan maraknya rekayasa kasus oleh polisi membuktikan hukum belum tegak di wilayah aparat penegak hukum sendiri. “Dalam kasus narkoba yang terdakwanya diputus bebas MA, hakim menemukan adanya rekayasa dalam proses hukum yang dijalani terdakwa. Oleh karena itu hakim berani mengambil keputusan bebas karena peradilan terhadap terdakwa dianggap sesat,” ujar Taufik dalam makalahnya pada diskusi yang digelar di kantor YLBHI Senin (13/1) .
Dalam diskusi yang menghadirkan Hakim Agung MA Artidjo Alkostar ini, Taufik mengapresiasi langkah MA yang membebaskan terdakwa korban peradilan sesat. Ia mengingatkan, memasuki tahun 2014 penegakan hukum di Indonesia sedang dalam momentum yang bagus. ”Ketegasan yang ditunjukkan hakim Artidjo seharusnya berdampak ke seluruh lapisan masyarakat. Terutama bagi aparat penegak hukum,” jelasnya.
Ia menambahkan, penegakan hukum yang keras dan tegas harus meliputi seluruh unsur yang berkaitan dengan hukum. “Aparat yang terlibat rekayasa kasus harus ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mereka mempergunakan celah hukum untuk merekayasa kasus,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Taufik menyatakan kepolisian dan kejaksaan adalah garda terdepan penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan aparat kepolisian dan kejaksaan yang bersih dan takut kepada hukum. “Penegak hukum jangan main-main dengan nasib orang,” tegasnya.