REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menginginkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi tak segan menjatuhkan hukumanya seberat-beratnya tersangka kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada di MK yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
"Akil itu dihukum seberat-beratnya. Karena dia adalah penegak hukum pertama (yang tersangkut kasus gratifikasi) setelah lembaga legislatif," kata Mahfud di Kantor KPK, Senin (13/1) malam.
Penahanan Akil oleh KPK erat kaitannya dengan praktek suap yang mempengaruhi hasil akhir dari sejumlah sengketa pilkada. Atas salah satu alasan itu, Mahfud menginginkan Akil supaya dihukum seberat-beratnya.
Mahfud mengatakan ia sempat melaporkan Akil pada akhir tahun 2011. Pada saat itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu ke ke KPK membawa lapora tentang pemberitaan terkait Pilkada.
I
Ia menolak disebut melakukan pembiaran dan tidak melaporkan Akil. "Siapa bilang saya baru melaporkan Akil baru-baru ini. Pada 2011 saya lapor ke KPK dan 'ngomong' ke publik," kata dia.
Menurut dia, laporan yang pernah disampaikannya ke KPK beberapa tahun yang lalu adalah dengan membawa koran terkait pemberitaan suap di MK dan orang yang berbicara tentang kasus itu.
Mahfud mengatakan dulu mendengar tentang kabar ialah yang menerima suap Rp4 miliar dari sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
"Ada fitnah di sana. Katanya ada pengiriman uang ke Akil untuk dibagi-bagikan ke hakim MK. Saya kemudian lapor, saya bawa korannya dan saya bawa orang yang ngomong ke sini."
"Saya pernah melaporkan Akil. Untuk kali ini, saya datang ke KPK juga dalam kesempatan untuk menanyakan tindak lanjut dari laporan saya. Tapi tertulis bahwa tidak ada bukti," katanya.