REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari meminta BNP2TKI berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait dengan rencana menuntut pengguna jasa TKI bernama Law Wan Tung atas dugaan penganiayaan terhadap Erwiana Sulistyaningsih (22).
"Saya menghargai tekad Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat untuk melakukan penuntutan. Akan tetapi, harap diingat bahwa tugas perlindungan termasuk advokasi hukum di luar negeri adalah Kemlu sehingga BNP2TKI harus koordinasi dan ikut arahan KBRI setempat," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Selasa (14/1).
Secara teknis, kata Eva yang juga anggota Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, penuntutan tersebut amat mungkin mengingat negara menyediakan dana perlindungan TKI di Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Di lain pihak, kata Eva K. Sundari, ada pembagian beban, misalnya, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang akan mengover pembiayaan pendatangan korban ke Hong Kong dan mengurus hak-hak korban normatif seperti asuransi.
"Hal lain adalah soal pembiayaan pengacara lokal (Hong Kong), BNP2TKI bisa mendukung untuk menyewa yang andal yang tentu honornya mahal," kata calon tetap anggota DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.
Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat dalam pesan singkatnya kepada Antara, Selasa (14/1), menyatakan bahwa BNP2TKI akan menuntut pengguna jasa TKI bernama Law Wan Tung atas dugaan penganiayaan terhadap TKI Erwiana Sulistyaningsih.
Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat menjelaskan Erwiana Sulistyaningsih adalah warga Desa Pucangan, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Erwiana bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) di Apartemen J 38F Blok 5 Beverly Garden 1, Tong Ming Street, Tesung, O Kowloon, Hong Kong. Yang bersangkutan diberangkatkan oleh PT Graha Ayu Karsa, Tangerang, Banten, pada 15 Mei 2013.
BNP2TKI, kata Jumhur, sudah mengutus dua orang staf pada hari Minggu (12/1), yaitu Kepala Seksi Prasarana Fasilitasi Perlindungan dan Kerja Sama Antarlembaga untuk melihat kondisi Erwiana di Rumah Sakit Ama Sehat, Sragen, Jawa Tengah dan menemui orang tuanya sekaligus memberikan dana bantuan sosial untuk meringankan beban keluarga.
Erwiana kembali ke Tanah Air pada hari Kamis (9/1) dan setelah tiba di rumahnya dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif.
"Terdapat luka fisik, di antaranya kaki, tangan, dan luka di bokongnya yang ketika pulang harus memakai pampers di pesawat dalam perjalanan pulang ke Tanah Air," kata Jumhur.
BNP2TKI pada hari Senin (13/1) mengirimkan surat ke Konsulat Jenderal RI di Hong Kong untuk pemberitahuan tuntutan.
KJRI Hong Kong telah melaporkan pula bahwa Kepolisian Hong Kong telah mendatangi dan memeriksa pengguna jasa TKI yang menganiaya tersebut.
Saat ini, kata Jumhur, BNP2TKI sedang menunggu laporan medis berupa visum atas adanya kekerasan yang dialami Erwiana.
Di luar itu, BNP2TKI sedang mengonfirmasi hak-hak lain yang harus diterima Erwiana, seperti asuransi dan gajinya selama di Hong Kong.
Menurut Jumhur, pemulihan kesehatan Erwiana diperlukan untuk dipanggil oleh pengadilan Hong Kong terkait dengan gugatan Pemerintah atas nama Erwiana Sulistyaningsih yang akan segera diajukan.
"BNP2TKI telah juga mempersiapkan keberangkatan Erwiana ke Hong Kong karena diperlukan sebagai saksi korban," kata Jumhur.