REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KOK) didesak untuk mengusut dugaan adanya penyimpangan pengurusan sengketa Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) beberapa waktu lalu. Lantaran banyak kejanggalan yang terjadi.
"Kami minta KPK juga mengusut ini, apakah betul pernyataan pak Akil Mochtar ini, kami juga harus menguji kebenaran ini," ujar Ketua Penasihat Hukum Akil Mochtar, Otto Hasibuan, Selasa (28/1).
Pengakuan kliennya yang menyebut adanya percakapan mengenai suap Pilgub Jatim dengan ketua DPD Golkar Jatim Zainudin Amali memang telah dikonfirmasi. Namun, uang suap yang disebut-sebut senilai Rp 2 miliar itu tidak pernah diterima kliennya. "Pak Akil mengatakan dia tak pernah terima uang itu, tapi hubungan telepon itu ada," jelas Otto.
Justru Otto mencermati, ada kejanggalan putusan MK pada Pilgub Jatim. Pengakuan kliennya yang mengakui saat rapat pleno MK memutuskan pasangan Khofifah-Herman memenangkan gugatan. Tapi, usai kliennya ditangkap KPK, lembaga konstitusi itu pun menetapkan pasangan incumbent, Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) sebagai pemenangnya.
"Saya tidak bisa katakan ada permainan, tapi ada kejanggalan di sini. Menurut Akil, Khofifah menang, setelah dia (Akil) ditangkap KPK, jadi kalah. Jadi ada apa ini?" urai Otto yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Di sisi lain juru bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, pihaknya hingga kini tengah memvalidasi pengakuan Chairunnisa dalam persidangan Hambit Bintih yang menyebutkan keterlibatan Sekjen Golkar Idrus Marham dalam suap Pilkada Jatim. Validasi, salah satunya dilakukan dengan mencari alat bukti pendukung dari pengakuan yang dilontarkan Chairunnisa saat bersaksi di persidangan terdakwa Hambit Bintih tersebut.