Kamis 06 Feb 2014 20:59 WIB

MUI: Polwan Berjilbab Kerap Diintimidasi Atasan

Rep: C57/ Red: Karta Raharja Ucu
 Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11).  (Republika/Yasin Habibi)
Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain mengatakan hingga kini izin polwan berjilbab hanya sebatas 'lips service'

Sebab, kenyataannya tidak ada kebebasan bagi polwan Muslimah untuk berjilbab. Sebab, MUI menerima banyak laporan tentang penekanan, bahkan penghinaan dari para petinggi Polri terhadap polwan yang mengenakan jilbab.

"Ada intimidasi terhadap Polwan untuk melepas jilbabnya seperti ancaman mutasi ke Aceh. Bahkan ada yg diancam diberhentikan dari 'job' mereka," tegas Tengku Zulkarnain saat berbincang dengan ROL, Kamis (6/2) malam.

Tengku mengungkapkan, bentuk tekanan terhadap polwan adalah intimidasi dan penghinaan di Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri di Semarang, Jawa Tengah.

Ia berkata, ada perwira polwan yang diberi surat pemberhentian mengajar oleh atasannya, Kombes B. Bahkan di depan upacara apel bendera setiap Senin, ia dihina.

Oknum Kombes B ini, tutur Tengku, seolah-olah ingin membenturkan hak berjilbab polwan dengan Institusi Polri.  "Sepertinya, menurut Oknum Kombes B ini, Polwan berjilbab adalah orang yang melawan dan mempermalukan Polri," tutur Tengku Zulkarnain.

Padahal, menurut Tengku hak polwan berjilbab dilindungi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila.  Namun, polwan yang berjilbab malah dianggap musuh yang ingin menghancurkan Polri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement