Senin 10 Feb 2014 23:23 WIB

Muhammadiyah: Indonesia Jangan Mau Dilecehkan Singapura

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin
Foto: Republika
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam menghadapi protes Singapura, terkait penamaan kapal perang TNI Angkatan Laut KRI Usman-Harun.

"Saya sedih kalau pemerintah diam saja. Kalau diam saja ini pelecehan terhadap harkat dan martabat negara kita," kata Din usai diskusi politik bertajuk 'Mencari Akar Masalah Krisis Multidimensi Berkepanjangan' di Jakarta, Senin (10/2).

Menurut Din, menamakan kapal perang dengan nama apapun bukanlah urusan negara lain, termasuk Singapura. Ia juga menilai sikap Singapura yang berlebihan itu sebagai pelecehan sehingga pemerintah harus berbuat sesuatu.

"Ini pelecehan, maka pemerintah Indonesia, sampai presiden, jangan tinggal diam, justru kalau diam ini ada apa-apa. Saya terus terang tidak bisa menutup kekecewaan," katanya.

Din menganggap sikap Singapura tidak menunjukkan perilaku tetangga yang baik, sehingga ia meminta Menkopolhukam untuk membahasnya. Menurutnya, dengan membahas masalah tersebut, Indonesia tidak akan lagi dipandang sebagai negara yang 'lembek'.

"Menlu harus segera memanggil duta besar Singapura di Jakarta untuk meminta penjelasan dan klarifikasi," ujarnya.

Ia juga meminta pemerintah untuk mengingatkan Singapura agar tidak mengulangi kejadian serupa. "Lalu, (mengabulkan) hal-hal segala macam terutama perjanjian ekstradisi yang dari dulu tidak pernah mau (dilakukan Singapura)," ucapnya.

Sebelumnya Pemerintah Singapura menyatakan keprihatinannya atas penamaan kapal perang baru milik TNI Angkatan Laut dengan nama KRI Usman-Harun. Penamaan kapal itu diambil dari nama dua pahlawan nasional Indonesia yaitu Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said. Kedua pahlawan itu mengebom MacDonald House, Orchard Road, Singapura yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.

Sementara itu pemerintah Indonesia menyatakan penamaan KRI itu sudah sesuai tatanan, prosedur, dan penilaian yang berlaku di Indonesia. Selain itu, pemerintah menegaskan tidak boleh ada satu negara pun yang mengintervensi Indonesia untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement