Selasa 11 Feb 2014 19:41 WIB

Pengungsi Sinabung Pilih Disediakan Ladang untuk Bertani Daripada Jadup

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Julkifli Marbun
  Seorang warga melintasi masjid yang diselimuti abu vulkanik Gunung Sinabung di Desa Mardinding, Karo, Sumut, Selasa (4/2).   (Antara/Wahyu Putro)
Seorang warga melintasi masjid yang diselimuti abu vulkanik Gunung Sinabung di Desa Mardinding, Karo, Sumut, Selasa (4/2). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID, KABANJAHE -- Pengungsi Sinabung, Tanah Karo, Sumatera Utara (Sumut) merengutkan dahi atas wacana pemberian dana ‘jatah hidup’ atau Jadup bagi warga yang desanya harus direlokasi. Menurut pengungsi, rencana pemberian Jadup yang ‘hanya’ Rp 6 ribu per hari tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

 

“Rp 6.000 ribu ya satu hari?, apa tidak bisa lebih besar lagi,” ujar Syahlan Ari salah satu pengungsi Desa Sukameriah kepada Republika di pengungsian Kabanjahe, Selasa (11/2).

 

Dia mengatakan, uang sebesar Rp 6.000 ribu tak akan cukup untuk kebutuhan apapun. Bila satu warga  hanya mendapatkan jatah sekian, tentu mereka tidak terlalu mengandalkan uang tersebut. “Kalau dapat setiap hari ya bersyukur, tapi kami lebih baik diberikan pekerjaan saja, atau berikan kami tanah untuk bertani,” ujar pria 27 tahun ini.

 

Pengungsi asal Desa Sukameriah lainnya, Andreas Surya (41) mengatakan, melihat dari besar Jadup yang akan diberikan oleh pemerintah ini, ia mengaku sama sekali tidak tertarik. Selain jumlahnya yang tak bisa cukup untuk apapun, Andreas berharap pemerintah memberikan solusi lain.

 

“Itu bang, nanti kami relokasi kan tak punya lagi lahan untuk berkebun, sediakan lah saja kami tanah untuk digarap,” ujar Andre dalam kesempatan yang sama.

 

Para pengungsi Sinabung memang tampaknya tak bisa melepaskan diri dari aktivitas bertani. Ratusan tahun bertani membuat mereka melakukan aktivitas serupa namun tak sama di pengungsian.

 

Salahsatu koordinator pengungsi Julian Tarigan mengatakan, terkadang untuk melepas rasa penat para pengungsi berangkat ke kebun-kebun milik orang lain untuk bercocok tanam.

 

Membantu para pemilik kebun, seperti memetik hasil panen menjadi aktifitas favorit mereka. Selain mendapat upah, kegiatan yang biasa mereka lakukan selama masih hidup tentram di desa juga dapat kembali dilakuakn. “Para pengungsi kan latarnya petani, jadi mereka hidup ya untuk bertani, wajar jika di pengungsian pun yang mereka cari kegiatan bertani,” kata dia kepada Republika Selasa.

 

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Sosial akan menyediakan dana Rp 6.000 bagi setiap warga yang desanya harus direlokasi. Tiga desa tersebut adalah Desa Sukameriah, Bekerah, dan Simacem. Jumlah warga dari desa ini sendiri ada sebanyak 1.250 jiwa yang kini mengungsi di 43 titik di Tanah Karo dan Kabupaten Langkat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement