REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pengembangan dugaan korupsi proses pengajuan anggaran sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Salah satunya dengan memeriksa dua orang mantan anggota DPR RI sebagai saksi pada Rabu (12/2). Keduanya adalah Yusuf Erwin Faishal mantan anggota DPR RI dan Mukhtarudin, mantan anggota Komisi IV DPR RI.
Yusuf Erwin Faishal yang merupakan mantan ketua komisi kehutanan DPR ini telah datang ke gedung KPK sekitar pukul 09.40 Wib. Sementara Mukhtarudin, hingga berita ini diturunkan, belum datang ke gedung KPK.
Sebelumnya Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan KPK memang tengah mengembangkan kasus SKRT Kemenhut dengan tersangka Anggoro Wijoyo (AW). Pada Selasa (11/12) lalu KPK bahkan mencegah ke luar negeri untuk mantan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban dan sopirnya Mohamad Yusuf.
KPK menetapkan Direktur Bisnis PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo sebagai tersangka sejak 19 Juni 2009. Anggoro menjadi buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 17 Juli 2009. Sejak ditangkap KPK di Shenzhen, Cina, Kamis (30/1) lalu, Anggoro langsung menyandang status tahanan dan dititipkan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Anggoro diduga menyuap sejumlah anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan. Salah satunya politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yusuf Erwin Faisal. Bukan hanya ke anggota DPR, Anggoro juga diduga memberikan //fee// ke beberapa pejabat di Departemen Kehutanan, salah satunya Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Boen Purnama.
Pemberian dana itu terkait pengajuan anggaran SKRT Departemen Kehutanan tahun anggaran 2007. PT Masaro Radiokom merupakan rekanan dalam proyek pengadaan SKRT. Aliran dana ke pejabat itu diduga diketahui MS Kaban yang saat itu menjabat sebagai Menhut.
Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukan langsung untuk PT Masaro Radiokom. Usai diperiksa KPK pada 2012 lalu, Kaban mengatakan penunjukan langsung PT Masaro Radiokom sebagai rekanan proyek pengadaan SKRT sudah sesuai prosedur.
Kasus Anggoro juga menjadi penyebab terjadinya ketegangan antara KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Hal itu disebabkan adik Anggoro, Anggodo Widjojo, berupaya mempengaruhi penyidik Polri dan memperkarakan pimpinan KPK waktu itu, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Kemelut itu dikenal sebagai konflik Cicak-Buaya jilid I.