REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand memulangkan sekitar 1.300 pengungsi Rohingya ke Myanmar. Otoritas Thailand mulai mendeportasi Rohingya sejak September melalui titik perbatasan di Provinsi Ranong.
"Seluruh proses deportasi selesai pada awal November," kata Kepala Imigrasi Letjen Pharnu Kerdlarpphon kepada AFP, Kamis (13/2).
Ini merupakan laporan resmi pertama yang dibuat terkait deportasi tersebut. Pegiat HAM mengkritisi langkah memulangkan pengungsi Rohingya ke Myanmar dimana mereka akan menghadapi pembatasan perjalanan, kerja paksa dan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.
"Deportasi Rohingya merupakan pelanggaran hukum internasional yang melarang mengirim pulang pengungsi dan pencari suaka ke tempat dimana mereka bisa menghadapi bahaya dan penganiayaan," kata Sunai Phasuk, peneliti senior pada Human Rights Watch yang bermarkas di New York.
Menurut organisasi HAM, kaum Rohingnya seringkali jatuh ke tangan oknum perdagangan manusia, terkadang setelah mereka dideportasi dari Thailand.
Sunai mendesak pihak berwenang Thailand untuk menjelaskan apa yang telah terjadi pada 1.300 warga Rohingya itu, dan mengatakan bahwa kementerian luar negeri tidak terlibat dalam deportasi itu.
Belum ada penjelasan dari pihak kementerian mengenai hal tersebut. Thailand tahun lalu mengatakan masih menyelidiki dugaan bahwa beberapa pejabat angkatan bersenjata di negara kerajaan itu terlibat dalam perdagangan orang Rohingya.
Sekitar 500 orang Rohingya diyakini masih ada dalam tahanan di Thailand menyusul serbuan di sebuah kamp yang diduga menjadi lokasi penyelundupan manusia bulan lalu.