REPUBLIKA.CO.ID, Kepopuleran batik disambut dengan perasaan yang bercampur oleh penyiar radio Iwet Ramadhan. Katanya, ia senang sekaligus khawatir melihat makin naik daunnya batik.
Iwet yang juga memiliki label busana batik bernama TikShirt prihatin karena keberadaan batik klasik semakin tergeser oleh batik-batik printing yang lebih murah. "Batik printing tidak masalah, tapi pastikan kita memang memperkaya negeri ini dengan membeli batik buatan Indonesia karena batik printing banyak sekali yang berasal dari Cina," katanya.
Batik klasik buatan tangan memang kualitasnya tidak terbantahkan, namun konsekuensinya dibutuhkan waktu relatif lama untuk mendapatkannya. Upah yang didapat para pembatik pun kerap tidak sesuai dengan jerih payahnya sehingga anak-anak mereka enggan mengikuti jejak orang tuanya.
"Selain itu generasi penerus dari pembatik lebih memilih pekerjaan lain karena upah yang dihasilkan tidak seberapa," ujar Iwet.
Dalam bincang-bincang tentang batik Kamis petang (13/2), Iwet memaparkan beberapa arti dari motif batik klasik asal Yogyakarta, Solo, dan Lasem. Motif truntum, misalnya, melambangkan cinta dan biasa dipakai orang tua saat menikahkan anaknya sebagai harapan agar pernikahan anaknya penuh cinta.
Iwet mengaku mengagumi keanekaragaman motif batik klasik Jawa. Tak hanya cantik motif tersebut juga mengandung filosofi tersendiri.