REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemisteriusan sosok salah satu bapak bangsa, Tan Malaka, dalam benak rakyat Indonesia sudah benar-benar mengenaskan. Ini terbukti dari terancam batalnya acara diskusi buku ‘Tan Malaka, Gerakan Kiri, Dan Revolusi Indonesia’ yang rencananya akan digelar pada Senin malam (17/2) oleh Komunitas Pegiat Sejarah di Semarang ‘Hysteria’. Kalau benar sampai terjadi, maka ini merupakan kali kedua di mana diskusi buku ini dibatalkan, yakni setelah sepekan silam gagal digelar di Surabaya.
"Sampai sekarang kami masih ‘ded-degan’ apakah diskusi bisa dilakukan atau tidak. Rencananya kami pada Senin besok akan datang ke Polrestabes Semarang untuk meminta kejelasan surat izin untuk menggelar diskusi yang telah kami kirim ke pihak kepolisan. Kepastian izin bagi kami penting demi ketertiban acara, apalagi karena beberapa hari lalu, kami juga mendapat informasi bahwa ada beberapa ormas yang menolak acara itu,’’ kata Ketua Panita Penyelenggara diskusi ‘Membincangkan Tan Malaka, Rukardi, ketika dihubungi melalui telepon, Ahad (16/2).
Rukardi membantah bila diskusi itu digelar oleh para anggota eks PKI dan dimaksudkan untuk menyebarkan ide komunisme ke khalayak. Hal ini karena forum itu adalah diskusi ilmiah biasa. Selain itu, Sukardi menyatakan pihaknya pun sudah bertemu kepada kepada para pihak yang menolak seperti Pemuda Pancasila dan Forum Pembela Islam di Semarang.‘’Kami juga sudah bertemu dengan pemimpinnya untuk melakukan klarifikasi soal ini. Tinggal sekarang kami minta kebijakan dari pihak aparat keamanan sebab bagaimana pun berkumpul, berdiskusi, dan berpikir adalah hak setiap awarga negara yang dilindungi konstitusi negara. Sekali lagi ini diskusi ilmiah biasa. Aneh jadinya sebab diskusi serupa di Jakarta, Bandung, Kediri dan Malang diksusi ini bisa berlangsung aman dan meriah, tapi kok di Semarang malah tak bisa digelar,’’ ujarnya.
Terkait dengan tudingan bahwa Tan Malaka itu tokoh PKI, budayawan yang selama ini dikenal gigih melawan penyebaran pahak komunisme, Taufiq Ismail, membantah dengan keras bahwa Tan Malaka itu orangnya PKI. Pada awalnya, sebelum pemberontakan PKI 1926 Tan Malaka memang menjadi anggota penting partai ini. Namun kemudian dia tak setuju kepada sikap PKI yang kemudian melakukan pemberontakan.
Akibat penolakan itu Tan Malaka kemudian dimusuhi oleh partai itu. Kaum PKI menyebut dia sebagai seorang penghalang setiap kali ada tindakan yang ‘revolusioner’. Tan Malaka dituduh sebagai orang peragu atau kaum ‘Trotskis’.‘’Di kemudian hari Tan Malaka kemudian mendirikan Partai Murba. Dia juga tak setuju dengan pemberontakan PKI 1948 yang dipimpin Muso yang saat itu baru pulang dari Uni Sovyet,’’ kata Taufiq. (Lengkap soal Tan Malaka lihat rubrik Teraju di Republika edisi Jumat 14/2 2014, hal 27-29).
Bahkan dalam soal Tan Malaka, Taufiq mencatat adanya hubungan special antara ayahnya KH Gafar Ismail dengan Tan Malaka.’’Ayah saya yang pada periode awal kemerdekaan juga anggota KNIP akrab dengan dia. Setiap kali pulang sidang beliau sering bercerita kepada saya bahwa dia telah bertemu dan berdiskusi dengan Tan Malaka. Dan, saya sendiri baca buku dia, ‘Dari Penjara Ke Penjara’, pada waktu kelas lima Sekolah Rakyat hingga tamat. Sosok Tan Malaka memang mengesankan keluarga kami,’’ kata Taufiq Ismail.