Rabu 19 Feb 2014 06:36 WIB

Resto Halal Kunci Wisata Muslim

Sharin low pemilik restoran halal di johor
Foto: nst.com
Sharin low pemilik restoran halal di johor

REPUBLIKA.CO.ID. Oleh: Wulan Tunjung Palupi dari Kuala Lumpur

LPPOM MUI siap membantu proses sertifikasi halal.

KUALA LUMPUR – Perkembangan wisata Muslim di Indonesia salah satunya ditentukan banyaknya hotel dan restoran halal. Sebab, wisatawan Muslim akan sangat membutuhkan jaminan halal atas makanan serta fasilitas yang mereka gunakan.

Selama ini, Indonesia dan Malaysia menjadi tujuan wisata Muslim. Namun menurut Crescentrating’s Halal Friendly Travel Ranking (CRaHFT), Singapura, sejak 2011 Malaysia berada dalam daftar teratas tujuan wisata Muslim dari negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Peringkat ini dibuat berdasarkan survei wisatawan dari negara OKI terkait perspektif mereka mengenai faktor yang membuatnya nyaman dalam melakukan perjalanan. Penilaiannya mencakup aksesibilitas, kenyamanan beribadah, dan kepastian dalam memilih restoran halal.

‘’Ini bergantung kemauan pelaku usaha perhotelan dan restoran memanfaatkan peluang wisata Muslim,’’ kata Direktur Lembaga Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim, Selasa (18/2).

Bila mereka bersedia untuk melakukan sertifikasi halal, maka semakin banyak wisatawan Muslim berdatangan ke Indonesia. Sampai saat ini, hotel halal yang ada di Indonesia masih sedikit. Jumlahnya baru mencapai puluhan.

Restoran halal juga mestinya semakin banyak agar mampu menarik wisatawan Muslim dari mancanegara. Di Malaysia, hotel-hotel besar mengantongi sertifikat halal. Konsumen non-Muslim tak masalah dengan status ini.

Menurut Lukman, ini pertanda di negeri jiran itu sertifikasi halal bukan lagi bersifat sukarela tetapi wajib. Berbeda dengan di Indonesia sertifikasinya sukarela. Ia mengakui, pemerintah memiliki niat besar mengembangkan wisata Muslim.

Mereka membuat panduan layanan baik di hotel maupun restoran yang bisa menopang wisata Muslim. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menjalankan kebijakan sama dengan pemerintah pusat.’’Kami juga siap membantu soal sertifikasi halal hotel dan restoran.’’

Tantangan global juga mengadang dalam pengembangan wisata Muslim. Di antaranya pemeringkatan di industri perhotelan. Hotel yang tak menyediakan alkohol tak mendapatkan status bintang lima. Paling tinggi hanya bintang empat.

‘’Kita perlu mempertanyakan lagi standar pemeringkatan ini,’’ kata Zulkifly Said, Dirjen Islamic Tourism Centre (ITC) Malaysia dalam Joint Seminar on Islamic Tourism (JoSIT), Selasa.  Sertifikasi halal yang dimiliki hotel pun perlu diperjelas kriterianya.

Sebab, banyak hotel yang sertifikat halalnya untuk dapur saja. Padahal, ruang makan atau alat untuk membersihkannya masih bercampur. Ia mengatakan, besarnya pasar wisata Muslim juga memicu negara-negara non-Muslim turut berlomba mengembangkannya.

Ini merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari. ’’Di sisi lain, justru dampaknya baik, mereka bisa membuat segmen ini semakin dikenal secara global," ujar Zulkifly. Meskipun demikian, mereka sering salah kaprah dengan standar halal bagi Muslim.

Kepala Administrasi Sertifikasi Halal MUI Nur Wahid mencontohkan mengenai penggunaan istilah Muslim food dan halal food. Di Cina, ada yang menganggap Muslim food adalah makanan yang biasa dikonsumsi Muslim.

‘’Misalnya, mereka menyediakan kari atau daging sapi, padahal daging yang mereka sediakan bukanlah daging halal," tutur Nur Wahid. Mereka beranggapan daging sapi adalah makanan yang bisa dikonsumsi Muslim meskipun cara penyembelihannya tak jelas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement