REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menargetkan penutupan lokalisasi di Surabaya, khususnya Dolly dan Jarak, dilakukan sebelum puasa 2014.
"Targetnya sebelum puasa dan sekarang kami terus melakukan sosialisasi ke seluruh pihak," ujarnya kepada wartawan usai sosialisasi penutupan lokalisasi di Mapolrestabes Surabaya, Kamis.
Pihaknya berharap, selain mendapat arahan dari pemerintah kota dan provinsi, turut berperan aparat kepolisian, TNI, serta ulama. Hal ini dilakukan sebagai upaya dan membuktikan penutupan lokalisasi memang bukan main-main.
Hadir dalam sosialisasi tersebut seluruh paguyuban di Dolly, RT/RW setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat. Sejumlah pejabat Pemkot Surabaya seperti Kepala Dinas Sosial Soepomo juga tampak hadir.
"Sosialisasi juga bagian untuk mengingatkan tentang dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya lokalisasi. Kemudian, membuka wawasan, khususnya warga di kawasan lokalisasi, apakah ingin terus hidup dengan kondisi seperti itu," katanya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu mengakui, sampai saat ini masih ada sejumlah pihak yang menghalang-halangi penutupan, terutama pihak dari luar kawasan dan membuat proses penutupan semakin berlarut.
Padahal, lanjut dia, warga asli setempat menginginkan untuk dilakukan penutupan. Berbeda dengan pendatang yang di sana membuka wisma dan tidak menginginkan adanya penutupan.
Pihaknya juga mengatakan siap membeli lahan milik warga yang berniat menjualnya. Seperti yang dilakukan sejumlah warga Dupak Bangunsari yang menyewakan rumah atau lahannya. Bahkan, kini bangunan itu sudah menjadi rumah usaha.
Risma mengatakan, ada beberapa alasan yang membuat dirinya getol melakukan penutupan sejumlah tempat prostitusi di Surabaya, salah satunya untuk menyelamatkan masa depan anak-anak yang tinggal di sekitar lokalisasi.
Sampai saat ini, sejumlah lokalisasi di Surabaya sudah resmi ditutup, antara lain di kawasan Tambak Asri (Kremil), Bangun Sari, dan Klakah Rejo. Selain Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim juga berperan menutup lokalisasi, termasuk di luar Surabaya.
Berkat kerja sama Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim melalui Biro Kesejahteraan Masyarakat, sejumlah wanita tuna susila (WTS) sudah banyak yang dientas.
Di samping diberi uang saku Rp3 juta untuk pulang, mereka juga dibekali keterampilan dengan harapan memiliki karya dan tidak kembali bekerja sebagai WTS.