Selasa 04 Mar 2014 22:24 WIB

Muslim Tatar Tertekan dari Segala Penjuru

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
 Seorang muslimah berjalan di sepanjang jalan dekat masjid dan toko yang menjual literatur Muslim di sudut kota Kazan, ibukota Tatarstan Rusia. (Roman Kruchinin/Reuters)
Seorang muslimah berjalan di sepanjang jalan dekat masjid dan toko yang menjual literatur Muslim di sudut kota Kazan, ibukota Tatarstan Rusia. (Roman Kruchinin/Reuters)

REPUBLIKA.CO.ID, Ali Aliev (80 tahun) masih berusia sembilan tahun, kala tentara Jerman menduduki Crimea selama Perang Dunia II. Masih segar diingatannya, hari dimana ia dan seluruh warga desanya di wilayah Sudak berkumpul di halaman sekolah menunggu pembebasan.

Dari sana, Aliev kecil belajar bahwa penduduk adat Tatar Crimea ditangkap dan diusir dari tempat tinggalnya. "Kami tak tahu saat itu berada di mana, hanya di suatu tempat," kata pria yang kini tinggal di Simferopol, Crimea.

Ia bersama warga lain dijejalkan ke dalam sebuah kereta kosong. Gerbong tersebut dipenuhi wanita, anak-anak dan orang tua. Saat kereta berhenti, tentara Soviet membuka pintu dan melemparkan mayat ke sisi lain gerbong.

Kereta kembali melaju.Setelah 22 hari perjalanan kapal, Aliev berakhir di kamp kerja paksa di wilayah Ural, pusat Uni Soviet. Ini adalah hukuman yang diberikan diktator Joseph Stalin untuk Tatar Crimea.Dilansir dari Aljazirah, merupakan keturunan emas dari Genghis Khan, Tatar Crimea berbicara dalam bahasa Turki Muslim. Mereka merupakan penduduk asli semenanjung Crimea.

Soviet meninggalkan mereka tersebar di kamp-kamp kerja paksa di stepa tandus Asia Tengah. Awalnya Muslim Tatar berjumlah sekitar 200 ribu jiwa, tapi hampir setengah populasi mati karena kelaparan, kehausan dan penyakit saat mereka di pengasingan.

"Mereka menyingkirkan kami untuk memusnahkan kami dari bumi. Tapi meski apapun yang kami lalui, kami tak pernah lupa tanah air kami, kami selalu bermimpi tentang Crimea," kata Aliev.

Sejak runtuhnya Uni Soviet, komunitas Muslim Tatar perlahan kembali ke tanah air mereka di Crimea. Sekembalinya Tatar ke Crimea, mereka terus berjuang untuk hak-hak mereka. Namun serangan Rusia terbaru di Ukraina, membuat Tatar Crimea seakan tersudut. Mereka merasa mendapat tekanan dari segala arah.

Dengan pasukan Rusia yang tersebar di jalan-jalan Crimea. Ditambah lagi peringatan Presiden Vladimir Putin yang akan menggunakan kekuatan untuk mengamankan Crimea. Memunculkan kecemasan memuncak dikalangan minoritas Muslim Tatar.

Wakil dari badan majelis perwakilan Tatar Crimea, Abdurahman Egiz mengatakan, kelompok etnis lain di Crimea memiliki pemerintah yang melindungi masa depan mereka. Tapi Muslim Tatar menurut Egiz tak memiliki apa pun selain tanah air Crimea.

Rusia tercatat telah membentuk 60 persen dari populasi di semenanjung. Sementara Ukraina menyusun 24 persen populasi, menurut sensus tahun 2001. "Kami ingin melindungi bahasa kami, sejarah dan tokoh-tokoh sejarah, namun warisan Uni Soviet hidup, dan orang tidak mengerti hak-hak dasar ini perlu dijamin," kata Egiz.

Saat Tatar akhirnya kembali lagi ke Crimea pada 1980-an, mereka menemukan tempat tinggal mereka telah dihuni oleh etnis Rusia. Mereka harus memulai membangun pemukiman mereka lagi dari awal. Bahkan beberapa dari anggota etnis Tatar tinggal di tenda dan bangunan bobrok.

Belakangan masalah budaya dikesampingkan terkait perkembangan hubungan Kiev dan Moskow. Komunitas Muslim Tatar, keluar ke jalan-jalan di Simferopol pada 26 Februari lalu. Mereka mendukung aksi protes di Kiev, setelah Yanukovich digulingkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement