REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Untung Suropati menyebutkan ledakan di gudang amunisi Komando Pasukan Katak tidak separah ledakan di gudang amunisi Marinir di Cilandak, 30 Oktober 1984.
"Kasusnya sama, ada ledakan beruntun, namun ini berbeda efek ledakannya dan tak sebesar ledakan di Cilandak," kata Untung saat jumpa pers di dermaga penyeberangan Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/3).
Menurut dia, ledakan di Cilandak lebih dahsyat karena gudang itu lebih besar, terlebih jenis amunisi yang disimpan lebih lengkap, mulai dari amunisi kaliber besar hingga mortir. "Kalau yang di Pondok Dayung ini hanya ada amunisi senjata senjata khusus milik Kopaska. Rata-rata senjata ringan seperti pistol dan sejata laras panjang," katanya.
Dalam kesempatan itu, Untung menjelaskan kronologis peristiwa ledakan di gudang amunisi Kopaska tersebut, bahwa peristiwa itu bermula ketika pukul 09.05 terlihat dan tercium bau asap di dalam gudang amunisi.
"Melihat kepulan asap hitam tersebut, anggota jaga langsung mengambil alat pemadam kebakaran dan disemprotkan. Waktu terus bergulir, kemudian sekitar pukul 09.25 WIB terdengar suara ledakan kecil yang membuat anggota jaga dan anggota lainnya panik. Tak berlangsung lama, ledakan besar pun terdengar hingga menyebabkan puluhan personil TNI AL mengalami luka-luka," kata Untung.
Padahal, lanjut dia, pada pukul 08.15 WIB saat anggota jaga melakukan pengecekan rutin di gudang amunisi tidak terjadi apa-apa. Mereka mengecek kebersihan gudang, kelengkapan jumlah senjata dan aspek lainnya.
"Pada jam itulah, gudang amunisi dinyatakan aman," katanya.
Ia mengaku pihaknya masih menyelidiki penyebab ledakan tersebut. Ia membantah adanya sabotase karena daerah Pondok Dayung merupakan daerah yang steril dari masyarakat sipil. "Pondok Dayung merupakan daerah terbatas. Tak sembarang orang bisa masuk ke dalam tanpa izin. Daerah ini sangat terisolir dan aman dari lalu lintas masyarakat biasa," kata Untung.
Ledakan di gudang amunisi menyebabkan berbagai pecahan dan proyektil amunisi bertebaran ke udara, menerjang orang-orang di dekat lokasi. Orang yang paling banyak terkena pecahan adalah mereka yang berjarak 100-200 meter dari titik ledakan. Ia juga memastikan, pascaledakan itu tak ada efek lanjutan dari amunisi yang terbang.