Oleh: Nashih Nashrullah
Amar akhirnya tertarik dan meminta warga Ma'ab berkenan memberinya satu berhala supaya dibawa dan diperkenalkan kepada penduduk Hijaz, lalu mereka sembah.
Permintaan itu diiyakan. Amar membawa pulang sebuah berhala yang bernama Hubal. Sesampainya di Makkah, Hubah ia letakkan di sekitar Ka'bah dan memerintahkan segenap warga untuk menjunjung tinggi dan menyembahnya.
Mereka membuat bacaan khusus bagi Hubal dengan bacaan: “Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika lak, illa syarikan huwa lak, tamlikuhu wa ma malak (Aku jawab panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang Engkau miliki).”
Lagi-lagi, usut punya usut, talbiah ini diciptakan Amar. Ia mendapat bisikan dari iblis yang menjelma sebagai orang tua renta. Talbiah itu lantas populer.
Penyimpangan itu tak terhenti di ranah akidah. Amar membuat pula sejumlah bid'ah atau “syariat” baru yang tidak pernah terdapat di syariat Ibrahim AS. Beberapa bid'ah itu seperti yang dijelaskan surah al-Maidah ayat 103, antara lain, bahiirah ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi, dan tidak boleh diambil air susunya.
Kedua, saaibah, yaitu unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran sesuatu nazar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dengan selamat.
Ketiga, washiilah, yakni seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri atas jantan dan betina. Maka, yang jantan disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala. Dan, keempat adalah ham, yaitu unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi karena telah dapat menghamili unta betina 10 kali.
Kepercayaan itu pun lalu mengakar dalam tradisi masyarakat Arab Jahiliah, hingga akhirnya keyakinan tersebut diruntuhkan dengan kedatangan rasul, yakni Muhammad SAW.
Amar pun mendapatkan pembalasan setimpal atas “warisan” kepercayaan yang ia tinggalkan bagi masyarakat Hijaz kala itu. “Amar mencabik-cabik lambungnya di neraka,” kata Rasulullah mengisahkan balasan untuk Amar. Ganjaran setimpal bagi mereka yang menyekutukan Sang Khalik dengan apa pun.