REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Muhammad Ilyas menilai, rancangan KUHP yang tengah digodok di DPR sangat penting nilainya buat mencegah menjamurnya praktik kumpul kebo.
Tapi, ia juga mewanti-wanti agar pemerintah juga memikirkan upaya pembinaan. “Jadi, jangan hanya memfokuskan hukumannya saja, tetapi perlu juga memikirkan bagaimana pembinaan kepada mereka yang sudah melakukan kumpul kebo itu,” kata alumnus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) ini.
Lebih jauh, Ilyas juga meminta aturan yang kini tengah disiapkan di Senayan itu tidak sebatas mengeluarkan produk undang-undang saja. Jauh lebih penting, kata dia, bagaimana aturan hukum itu bisa dilakukan dan diterapkan di masyarakat secara adil.
“Karena, runtuhnya sebuah negara itu kalau penegak hukum tidak menjalankan hukum itu sendiri. Inilah yang perlu diperhatikan juga buat kita semua,” ujarnya.
Rencana memasukkan kumpul kebo untuk dijadikan bentuk hukum positif dianggap sangat penting. Negara dinilai sudah saatnya untuk turut mengatur kehidupan keseharian masyarakat. ''Itu bagus sekali. Artinya, negara sudah melihat hal itu sebagai keharusan,'' kata penggagas iHaqi sekaligus kolumnis Republika Online, Erick Yusuf.
Kang Erick, demikian ia akrab disapa, mengatakan, pengaturan mengenai hukum pelaku kumpul kebo sudah menjadi kebutuhan yang tak bisa dikesampingkan lagi. Apalagi, saat ini remaja di Indonesia sudah semakin banyak yang melakukan pergaulan seks bebas. ''Ini sebuah langkah maju,'' ujarnya.
Pengaturan semacam ini, menurut Kang Erick, tidak akan bertentangan dengan HAM. Justru hal ini akan bisa menjaga nilai budaya yang kini mulai tergerus.
Ia juga mengatakan, agama sudah menjadi bukti sebagai solusi atas persoalan dekadensi moral. Termasuk di dalamnya mengenai praktik kumpul kebo. ''Apa ada orang dari pesantren melakukan hal semacam itu? Ini membuktikan bahwa agama bisa menjadi barier,'' jelasnya.
Persoalan pergaulan bebas dan kumpul kebo ini, kata Kang Erick, merupakan pengaruh negatif yang muncul dari budaya luar. Untuk membendung hal tersebut, tidak hanya lewat peraturan hukum positif saja. ''Tapi, harus dilakukan secara komprehensif. Mulai dari pendekatan agama, hukum, sosial, maupun medis.''
Untuk mencegah perilaku semacam ini, Kang Erick mengatakan, perlu sejak dini ditanamkan di dalam keluarga mengenai visi 'baitul jannah', rumah surga. ''Ini yang perlu ditanamkan pada anak-anak kita sejak kecil. Bahwa, berkeluarga itu harus mempunyai visi yang kuat. Menciptakan baiti jannati tentunya sebuah visi yang sangat diperlukan,'' katanya.