REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pulau Buluh Kota Batam Kepulauan Riau terpapar debu sisa kegiatan sandblasting yang dilakukan belasan perusahaan galangan kapal di sekitar Sagulung, hingga menyebabkan tiga warga meninggal akibat sakit paru-paru dalam satu bulan terakhir.
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Batam Dendi Purnomo di Batam, Jumat, mengatakan kualitas udara di Pulau Buluh sudah di atas ambang kewajaran. Pulau yang berseberangan dengan kawasan industri galangan kapal Sagulung itu sudah terpapar.
"Kami sudah ambil beberapa sampel kualitas udara saat mereka beroperasi, hasilnya di beberapa tempat terdeteksi 260 ppm, ada juga yang 280 ppm, padahal ambang batasnya 220 ppm," kata Dendi.
Selain kualitas udara, Dendi mengatakan pemukiman warga juga penuh dengan debu sisa sandblast. Mengenai tiga warga yang meninggal akibat sakit paru-paru, Dendi enggan memastikan itu karena debu sandblasting. "Perlu ada pemeriksaan lebih dulu," kata dia.
Meski begitu, ia mengakui debu pasir silika sisa sandblasting yang terhirup manusia dalam jangka bisa berakibat fatal hingga kematian. "Sifatnya cronical, tidak dalam waktu segera," kata dia.
Di tempat yang sama, warga Pulau Buluh, Nurhasni mengatakan dalam sebulan terakhir sudah tiga orang meninggal dunia akibat penyakit paru-paru. Seorang di antaranya anak-anak usia enam tahun. Menurut Nurhasni, dalam hasil rontgen, terlihat bagian paru-paru warga terlihat menghitam. "Ini gara-gara debu 'sandblast', apa lagi," kata dia.
Warga Pulau Buluh lainnya, Rahmat, mengatakan selain tiga orang meninggal, ada banyak warga pulau lainnya yang sakit batuk. Warga Pulau Buluh menuntut perusahaan-perusahaan galangan kapal memberikan konpensasi kepada warga senilai Rp 50 juta per bulan untuk seluruh warga, atau Rp 50 ribu per bulan untuk setiap kepala keluarga. Di pulau itu sendiri terdapat sekitar 700 kepala keluarga.